DPR Desak Pemerintah Prioritaskan Anggaran Promosi Pariwisata untuk Tingkatkan Daya Saing
DPR Desak Pemerintah Prioritaskan Anggaran Promosi Pariwisata untuk Tingkatkan Daya Saing
Stagnansi sektor pariwisata Indonesia yang tertinggal dari negara tetangga di ASEAN menjadi sorotan utama dalam rapat Komisi VII DPR RI. Anggota dewan menyoroti lemahnya badan promosi pariwisata akibat minimnya anggaran, sebuah permasalahan yang dinilai menghambat pertumbuhan sektor vital ini. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menekankan perlunya revisi mendasar pada RUU Kepariwisataan yang tengah digodok pemerintah. Revisi ini dianggap krusial agar Indonesia dapat bersaing secara efektif dengan negara seperti Thailand dan Malaysia, yang menunjukkan kinerja pariwisata jauh lebih signifikan.
Salah satu poin penting yang dikritisi adalah keberadaan Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI). Evita Nursanty mempertanyakan efektivitas BPPI yang dinilai kurang optimal karena keterbatasan anggaran. Ia menyinggung kebijakan penghapusan BPPI sebagai langkah kontraproduktif, mengingat peran vital promosi dalam meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia. Perbandingan dengan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, yang memberikan anggaran besar untuk badan pariwisata mereka, menjadi dasar argumennya. Evita bahkan menyinggung keberhasilan negara-negara tersebut dalam menarik wisatawan mancanegara dan memperoleh devisa negara yang signifikan.
"Kita tahu kita bisa tanya kok Ibu bisa tinggal kirim orang-orang ibu tanya apa sumber pendanaan daripada tourism mereka, ya pemerintah," ujarnya menjelaskan ketidakseimbangan anggaran yang dialokasikan untuk promosi pariwisata Indonesia. Ia membandingkan dengan anggaran besar yang digelontorkan oleh negara tetangga untuk mempromosikan destinasi wisata mereka di kancah internasional.
Sebagai solusi, Evita Nursanty mengusulkan agar Menteri Pariwisata Widiyanti Putri melobi Presiden Prabowo Subianto untuk memanfaatkan dana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) guna membiayai badan promosi pariwisata. Hal ini didasari oleh kontribusi signifikan sektor pariwisata terhadap devisa negara, mencapai Rp 317 triliun. Ia juga menekankan pentingnya efisiensi anggaran dan mengajukan contoh Kementerian Pemuda dan Olahraga yang memiliki badan promosi dengan anggaran dari pemerintah. Sistem yang serupa, menurutnya, bisa diterapkan untuk BPPI.
Lebih lanjut, Evita menekankan urgensi perubahan RUU Kepariwisataan untuk mendorong pertumbuhan sektor ini. Data kunjungan wisatawan asing menunjukkan ketimpangan yang signifikan antara Indonesia dengan negara tetangga. Thailand mencatat 35 juta kunjungan wisatawan asing, Malaysia 25 juta, sementara Indonesia hanya 13 juta. "Kalau Ibu masih tetap ingin mempertahankan Undang-Undang Pariwisata yang sekarang tidak untuk mendapatkan terobosan-terobosan meningkatkan apa yang ada di depan mata kita ini enggak usah dirubah ini Undang-Undang Pariwisata menurut saya. Kita ingin bagaimana kita mampu bersaing dengantetangga-tetangga kita di luar, apa yang kita rasa undang-undang kita saat ini melemahkan daripada peningkatan pariwisata yuk kita ubah," tegasnya. Ia menyimpulkan bahwa promosi pariwisata yang efektif merupakan kunci untuk meningkatkan daya saing dan menarik lebih banyak wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Rekomendasi:
- Revisi RUU Kepariwisataan untuk meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia.
- Peningkatan anggaran untuk Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI).
- Pemanfaatan dana Danantara sebagai sumber pendanaan alternatif untuk BPPI.
- Belajar dari strategi promosi pariwisata negara tetangga yang sukses.
- Peningkatan kerjasama antar kementerian terkait untuk mendukung promosi pariwisata.