Permukiman di Sempadan Sungai Jadi Biang Kerok Banjir Bandang Sukabumi-Jabodetabek

Permukiman di Sempadan Sungai Picu Banjir Bandang Sukabumi-Jabodetabek

Banjir bandang yang menerjang wilayah Sukabumi dan Jabodetabek baru-baru ini telah menyisakan keprihatinan mendalam. Investigasi pemerintah mengungkap fakta mengejutkan: permukiman penduduk yang dibangun di sempadan sungai menjadi penyebab utama bencana tersebut. Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti, mengungkapkan temuan ini usai meninjau lokasi terdampak, salah satunya di Cisarua, Kabupaten Bogor. Beliau menjelaskan bahwa pembangunan rumah-rumah di area sempadan sungai telah mengakibatkan penyempitan aliran sungai. Sungai yang dulunya berukuran besar, kini menjadi sempit karena dipenuhi bangunan, sehingga tak mampu menampung debit air hujan yang tinggi.

"Di Cisarua, banjir menerjang permukiman yang berada tepat di atas sungai," ungkap Diana dalam keterangan pers di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Rabu (12/3/2025). "Sungai yang dulunya besar, kini menjadi sempit karena banyaknya rumah yang berdiri di sempadan sungai. Ini mengakibatkan air tak mampu mengalir deras dan meluap hingga menimbulkan banjir bandang." Kondisi serupa juga ditemukan di Sukabumi, dimana Wakil Menteri PU mendampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam peninjauan lokasi bencana. Kesimpulan serupa juga didapat dari tinjauan lokasi di Bekasi.

Hambatan Normalisasi Sungai dan Pembangunan Tanggul

Masalah permukiman di sempadan sungai ini bukan hanya menyebabkan bencana banjir, tetapi juga menghambat upaya pemerintah dalam melakukan normalisasi sungai dan pembangunan tanggul. Kementerian PU menghadapi kendala dalam membangun tanggul di Bekasi karena keberadaan permukiman di area tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini, Wakil Menteri PU berencana melakukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak.

  • Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk membahas pembangunan tanggul sungai di wilayah DKI Jakarta.
  • Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, untuk membahas aspek legalitas dan perizinan lahan.
  • Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk membahas permasalahan sertifikat hak milik (SHM) di sekitar sungai Bekasi, yang menjadi kendala utama dalam program normalisasi sungai.

"Kita akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah," jelas Diana. "Karena penyelesaian masalah ini melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah dan Kementerian ATR/BPN. Kita ingin membangun, tetapi lahannya belum tersedia dan belum siap." Koordinasi yang intensif ini diharapkan dapat menghasilkan solusi jangka panjang untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang dan memastikan pembangunan infrastruktur pengendalian banjir dapat berjalan efektif dan efisien.

Urgensi Penataan Ruang dan Penegakan Hukum

Kejadian banjir bandang ini menyoroti urgensi penataan ruang yang terintegrasi dan efektif. Pembangunan di sempadan sungai harus dilakukan secara terencana dan terkendali, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan keselamatan masyarakat. Penegakan hukum terkait perizinan bangunan dan pelanggaran aturan tata ruang juga perlu ditegakkan secara konsisten untuk mencegah pembangunan liar di area yang berpotensi menimbulkan bencana. Langkah-langkah komprehensif ini, yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah, menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang aman dan berkelanjutan bagi masyarakat.