Revisi UU TNI: Setara Institute Ungkap 37 Kasus Ketegangan TNI-Polri, Soroti Ketimpangan Kesejahteraan

Revisi UU TNI: Ketimpangan Kesejahteraan Diduga Picu 37 Kasus Ketegangan TNI-Polri

Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, mengungkapkan adanya 37 insiden ketegangan antara TNI dan Polri dalam dekade terakhir. Pengungkapan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR RI pada Selasa, 4 Maret 2025, di Kompleks Parlemen, Jakarta. RDP tersebut membahas revisi Undang-Undang TNI yang tengah menjadi sorotan. Menurut Hasani, banyaknya insiden tersebut tak lepas dari faktor sosiologis pragmatis yang mendasar, terutama terkait dengan disparitas kesejahteraan antara kedua institusi tersebut.

Hasani memaparkan bahwa ketimpangan kesejahteraan antara anggota TNI dan Polri menjadi salah satu pemicu utama konflik yang terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari tingkat lapangan hingga kabupaten dan kecamatan. Ia menekankan bahwa konflik-konflik ini bukan sekadar insiden sporadis, melainkan gejala yang perlu mendapat perhatian serius. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ketimpangan tersebut tidak hanya sebatas masalah finansial, tetapi juga mencakup peran dan perlakuan yang tidak seimbang antara kedua institusi tersebut, khususnya dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Hal ini, menurut Hasani, menunjukkan urgensi revisi UU TNI untuk mengatasi akar masalah tersebut.

"Ketimpangan kesejahteraan, peran, dan perlakuan menjadi faktor sosiologis pragmatis yang mendorong terjadinya 37 peristiwa ketegangan antara TNI dan Polri dalam 10 tahun terakhir," ujar Hasani. "Ini menggambarkan betapa pentingnya revisi UU TNI untuk mengatasi masalah ini secara struktural." Ia menambahkan bahwa revisi UU TNI diharapkan mampu menciptakan keseimbangan dan mengurangi potensi konflik di masa mendatang.

Perlu diketahui bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sempat dibatalkan oleh Badan Legislasi DPR RI periode 2019-2024 karena menuai berbagai kontroversi. Namun, DPR RI periode 2024-2029 kembali memasukkan revisi UU TNI ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk mengatasi permasalahan yang mendasari ketegangan antara TNI dan Polri, termasuk masalah ketimpangan kesejahteraan yang diungkap oleh Setara Institute. Proses revisi ini tentunya memerlukan kajian yang mendalam dan partisipasi berbagai pihak untuk memastikan revisi tersebut efektif dan berkelanjutan.

Berikut poin-poin penting terkait pernyataan Ismail Hasani:

  • Terdapat 37 kasus ketegangan TNI-Polri dalam 10 tahun terakhir.
  • Ketimpangan kesejahteraan menjadi faktor utama pemicu konflik.
  • Ketimpangan juga mencakup peran dan perlakuan antara TNI dan Polri.
  • Revisi UU TNI diperlukan untuk mengatasi masalah ketimpangan struktural.
  • Revisi UU TNI sempat dibatalkan, namun kini kembali menjadi prioritas.

Kesimpulannya, pernyataan Setara Institute ini menyoroti pentingnya revisi UU TNI tidak hanya sebagai upaya pembaruan regulasi, tetapi juga sebagai solusi untuk mengatasi akar permasalahan yang selama ini memicu ketegangan antara TNI dan Polri, yaitu ketimpangan kesejahteraan dan peran di antara kedua institusi tersebut. Suksesnya revisi UU TNI sangat bergantung pada komitmen semua pihak untuk menyelesaikan masalah secara komprehensif dan berkelanjutan.