Penyegelan Agrowisata Gunung Mas: Konsekuensi Alih Fungsi Lahan dan Ancaman Banjir di Puncak
Penyegelan Agrowisata Gunung Mas: Konsekuensi Alih Fungsi Lahan dan Ancaman Banjir di Puncak
Agrowisata Gunung Mas, destinasi wisata populer di Puncak, Bogor, Jawa Barat, kini telah ditutup dan disegel oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Keputusan ini diambil menyusul temuan pelanggaran alih fungsi lahan yang dinilai berkontribusi terhadap bencana banjir di kawasan Puncak. Terletak di Jalan Raya Puncak Km 87, kawasan wisata seluas 2.551 hektar yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) ini sebelumnya menawarkan beragam fasilitas, mulai dari perkebunan teh dan kopi, hingga wahana rekreasi seperti tea bridge, glamping, dan off-road. Keberhasilannya menarik minat pengunjung, terutama keluarga, dengan harga tiket masuk Rp 15.500 (hari biasa) dan Rp 20.000 (akhir pekan), sayangnya berbanding terbalik dengan dampak lingkungan yang ditimbulkannya.
Penyegelan yang dilakukan pada awal Maret 2025 ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengembalikan fungsi lahan di kawasan Puncak dan menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan komitmennya untuk mengembalikan kondisi alam sesuai dengan penataan ruang yang terencana. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipatif untuk mencegah banjir yang tidak hanya mengancam warga Jawa Barat, tetapi juga Jakarta, mengingat Puncak sebagai daerah hulu DAS Ciliwung. Pernyataan tersebut disampaikan saat sidak bersama jajaran pejabat lainnya pada 6 Maret 2025. Lebih lanjut, Gubernur Dedi Mulyadi juga menyerukan penghentian pembangunan vila dan bangunan sejenis di kawasan Puncak untuk mencegah meluasnya alih fungsi lahan.
Selain Agrowisata Gunung Mas, beberapa tempat wisata lain di Puncak juga tengah diselidiki dan berpotensi menghadapi penyegelan dan pembongkaran. Proses investigasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jawa Barat dan Kementerian Lingkungan Hidup, masih berlangsung. Kepala Satpol PP Jawa Barat, Ade Afriadi, menjelaskan bahwa tempat wisata yang terbukti melanggar aturan perizinan akan mendapatkan tindakan serupa. Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, menegaskan bahwa pembongkaran tempat wisata yang melanggar fungsi lahan merupakan langkah yang sesuai dengan arahan Presiden untuk melindungi lingkungan hidup dan mencegah bencana banjir. Beliau juga menekankan perlunya pemulihan lingkungan, termasuk penanaman kembali, pengembalian alur sungai, dan penyelamatan sumber air.
Ironisnya, pengelola Agrowisata Gunung Mas mengaku terkejut dengan penyegelan tersebut, mengingat audit Kementerian Lingkungan Hidup beberapa hari sebelumnya tidak menemukan pelanggaran. Namun, berbagai ulasan di Google Review menunjukkan popularitas Agrowisata Gunung Mas sebagai destinasi wisata keluarga sebelum penutupan permanennya. Ulasan tersebut menyebutkan berbagai fasilitas yang tersedia, seperti kolam terapi ikan, kebun teh, spot foto, permainan anak, kafe, vila, dan wahana berkuda. Kini, sisa dari popularitas Agrowisata Gunung Mas hanyalah kenangan dan pertanyaan besar tentang pengelolaan wisata berkelanjutan di kawasan Puncak.
Rest Area Gunung Mas, yang dikelola oleh PT Sayaga Wisata Bogor (BUMD Pemda Kabupaten Bogor) dan digunakan sebagai relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Puncak, meski berada di kawasan yang sama, memiliki pengelolaan terpisah dan fasilitasnya meliputi tiga area parkir, masjid, plaza pandang, dan berbagai fasilitas penunjang lainnya. Status dan masa depan Rest Area Gunung Mas pasca penyegelan Agrowisata Gunung Mas masih belum diketahui secara pasti.