Revisi UU TNI: DPR Bahas Nasib Prajurit dan Anggaran Negara dalam Rapat Kerja dengan Pimpinan TNI
Revisi UU TNI: DPR Bahas Nasib Prajurit dan Anggaran Negara dalam Rapat Kerja dengan Pimpinan TNI
Komisi I DPR Republik Indonesia menggelar rapat kerja (raker) pada Kamis, 13 Maret 2025, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta Pusat. Rapat tersebut dihadiri oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto beserta seluruh Kepala Staf Angkatan (KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak, KSAU Marsekal Mohamad Tonny Harjono, dan Wakil KSAL Laksdya Erwin S. Aldedharma) guna membahas revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, ini berlangsung terbuka dan disiarkan secara umum. Kehadiran Presiden melalui surat resmi yang dibacakan di awal rapat menjadi bukti dukungan eksekutif terhadap proses revisi UU ini.
Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk empat menteri untuk terlibat dalam pembahasan RUU TNI, yaitu Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Menteri Pertahanan, dan Menteri Sekretariat Negara. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan revisi UU ini dilakukan secara komprehensif dan terkoordinasi. RUU TNI yang terdiri dari 11 bab dan 78 pasal ini bertujuan untuk menyempurnakan regulasi yang telah berlaku sejak 16 Oktober 2004. Pembahasan difokuskan pada beberapa klaster utama, termasuk ketentuan umum, jati diri TNI, kedudukan, peran, fungsi, dan tugas TNI; postur dan organisasi TNI (yang berkaitan erat dengan Kementerian Keuangan); pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI; dan nasib prajurit TNI.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah masa pensiun prajurit. Jumlah prajurit TNI, khususnya di TNI AD yang mencapai sekitar 375 ribu personel, menjadi pertimbangan penting dalam pembahasan ini. Aspek pembiayaan juga menjadi sorotan utama. Komisi I DPR menekankan pentingnya kehati-hatian agar revisi UU ini tidak membebani keuangan negara. Pemerintah, melalui Wakil Menteri Keuangan dan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, telah melakukan simulasi anggaran dan menyatakan bahwa revisi ini masih dalam koridor kemampuan keuangan negara.
Selain itu, rapat membahas hubungan kelembagaan TNI dengan lembaga-lembaga lain. Komisi I DPR berupaya untuk memastikan revisi UU ini tidak mengganggu harmonisasi antar lembaga. Pembahasan juga mencakup ketentuan peralihan dan ketentuan penutup untuk memastikan implementasi revisi UU TNI berjalan lancar. Proses revisi ini menekankan transparansi dan keterbukaan publik, sejalan dengan komitmen DPR untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan undang-undang.
Terakhir, dapat disimpulkan bahwa revisi UU TNI ini merupakan upaya untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan zaman dan kebutuhan TNI di masa mendatang. Dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga pertimbangan matang terhadap anggaran negara dan kesejahteraan prajurit, diharapkan revisi ini dapat menghasilkan UU TNI yang lebih baik dan modern.