Polemik Usulan Pensiun TNI Usia 65 Tahun: DPR Soroti Keahlian dan Potensi Penumpukan Jabatan Fungsional

Polemik Usulan Pensiun TNI Usia 65 Tahun: DPR Soroti Keahlian dan Potensi Penumpukan Jabatan Fungsional

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Demokrat, Frederick Kalalembang, menyuarakan keprihatinannya terkait usulan dalam revisi Undang-Undang TNI yang mengatur usia pensiun bagi anggota TNI jabatan fungsional hingga 65 tahun. Dalam rapat Komisi I DPR yang digelar Kamis (13/3/2025) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kalalembang mempertanyakan kebijakan ini dan mengingatkan pentingnya pertimbangan matang terkait keahlian khusus yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut. Ia menekankan bahwa peningkatan usia pensiun harus diimbangi dengan kajian mendalam terhadap dampaknya pada struktur organisasi TNI.

Kalalembang menyorot perbedaan usia pensiun yang berlaku saat ini, yaitu 58 tahun untuk bintara dan tamtama, serta 60 tahun untuk perwira. Ia menggarisbawahi kekhawatiran akan potensi penumpukan di jabatan fungsional jika usia pensiun dinaikkan menjadi 65 tahun. Menurutnya, jabatan fungsional, baik di lingkungan TNI maupun Polri, seringkali menjadi tempat penampungan bagi personel yang tidak lagi tertampung di struktur jabatan struktural. "Dengan adanya penambahan usia pensiun hingga 65 tahun untuk jabatan fungsional, saya khawatir akan terjadi penumpukan personel dan berpotensi menimbulkan masalah baru," ujar Kalalembang. Ia mengungkapkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap morale dan efisiensi organisasi jika hal ini terjadi. Potensi kritik publik juga tidak dapat diabaikan.

Lebih lanjut, Kalalembang menekankan pentingnya keahlian khusus dalam menduduki jabatan fungsional. Ia menyarankan agar usulan peningkatan usia pensiun ini dibarengi dengan persyaratan keahlian yang lebih ketat. "Jabatan fungsional idealnya diisi oleh personel yang memiliki keahlian spesifik dan teruji," tegasnya. "Jika tidak diimbangi dengan persyaratan keahlian yang jelas, maka peningkatan usia pensiun ini akan malah berpotensi menimbulkan masalah baru, terutama bagi Panglima TNI dan KSAD," tambahnya. Kalalembang mendesak agar pemerintah dan lembaga terkait melakukan kajian yang lebih komprehensif terhadap dampak dari usulan ini sebelum diputuskan.

Ia berharap proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara transparan dan mengakomodasi semua aspek kritis yang dikemukakan, termasuk pertimbangan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Kalalembang menekankan pentingnya memastikan sistem pensiun di TNI tidak hanya berorientasi pada aspek usia saja, tetapi juga pada aspek keahlian dan efisiensi organisasi.

Kesimpulannya, Kalalembang mengajak semua pihak untuk mempertimbangkan secara matang dampak usulan peningkatan usia pensiun ini untuk jabatan fungsional TNI, dengan menitikberatkan pada keahlian khusus dan potensi penumpukan personel di jabatan tersebut. Ia mengingatkan bahwa tujuan utama adalah menciptakan TNI yang efisien, profesional, dan mampu menjalankan tugasnya dengan optimal.