Konflik Kepentingan dan Gejolak Pilkada Banjarbaru Picu Pengunduran Diri Dua Pejabat Utama

Konflik Kepentingan dan Gejolak Pilkada Banjarbaru Picu Pengunduran Diri Dua Pejabat Utama

Rangkaian peristiwa politik di Kota Banjarbaru memasuki babak baru dengan pengunduran diri Wakil Wali Kota Wartono pada Kamis (13/3/2025). Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Wartono dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banjarbaru. Keputusan ini menyusul pengunduran diri Wali Kota Aditya Mufti Ariffin pada 6 Maret 2025, yang sebelumnya telah menyatakan fokus pada jabatan barunya di sebuah BUMN. Kedua pengunduran diri ini menambah kompleksitas situasi politik Kota Banjarbaru yang telah dilanda gejolak pasca Pilkada.

Wartono secara tegas menyatakan bahwa langkah pengunduran dirinya didasari oleh pertimbangan untuk menghindari potensi konflik kepentingan dalam pemerintahan Kota Banjarbaru. Pernyataan ini mengisyaratkan adanya tekanan dan situasi yang tidak kondusif pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan hasil Pilkada Banjarbaru sebelumnya dan memerintahkan Pemilihan Suara Ulang (PSU). Situasi ini telah menimbulkan pertanyaan mendalam terkait transparansi dan integritas penyelenggaraan Pilkada di daerah tersebut.

Proses Pilkada Banjarbaru sendiri telah diwarnai berbagai kontroversi. MK sebelumnya membatalkan kemenangan pasangan calon Lisa-Wartono karena menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru. Putusan ini diikuti dengan pemecatan empat komisioner KPU Kota Banjarbaru oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yakni Dahtiar (Ketua), dan Resty Fatma Sari, Normadina, serta Heryanto (Anggota). Pemecatan ini semakin menguatkan dugaan adanya penyimpangan prosedur dan manipulasi dalam proses Pilkada.

Permasalahan bermula dari diskualifikasi pasangan calon incumbent Aditya-Said Abdullah oleh KPU Banjarbaru berdasarkan rekomendasi Bawaslu Kalimantan Selatan. Pasangan tersebut dituduh melakukan pelanggaran administratif. Akibatnya, Pilkada hanya diikuti satu pasangan calon, yakni Lisa-Wartono. Ironisnya, meskipun hanya satu pasangan yang berkompetisi, KPU tetap menggunakan kertas suara yang memuat gambar kedua pasangan calon, termasuk Aditya-Said, yang suaranya dinyatakan tidak sah. Hasilnya, Lisa-Wartono menang dengan perolehan suara hanya 36 persen, sementara 60 persen suara dinyatakan tidak sah. Kondisi ini memicu protes masif yang berujung pada putusan MK.

Pengunduran diri Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru jelas menimbulkan kekosongan kepemimpinan dan menimbulkan tantangan baru bagi pemerintahan daerah. Proses PSU yang diamanatkan MK juga memerlukan persiapan dan pengawasan yang ketat untuk memastikan Pilkada selanjutnya berjalan adil, transparan, dan demokratis. Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi penyelenggara Pemilu untuk meningkatkan kualitas dan integritas dalam menjalankan tugasnya, serta pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.

  • Daftar Pejabat yang Mengundurkan Diri:
    • Aditya Mufti Ariffin (Wali Kota Banjarbaru)
    • Wartono (Wakil Wali Kota Banjarbaru)
  • Komisioner KPU Banjarbaru yang dipecat DKPP:
    • Dahtiar (Ketua)
    • Resty Fatma Sari (Anggota)
    • Normadina (Anggota)
    • Heryanto (Anggota)