Revisi UU TNI: Perdebatan Sengit Soal Usia Pensiun dan Dampaknya pada Struktur Organisasi

Revisi UU TNI: Perdebatan Sengit Soal Usia Pensiun dan Dampaknya pada Struktur Organisasi

Rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Panglima TNI pada Kamis (13/3/2025) mengalami perdebatan sengit terkait usulan revisi Undang-Undang TNI, khususnya mengenai perpanjangan usia pensiun prajurit. Anggota Komisi I DPR RI mengungkapkan sejumlah kekhawatiran atas dampak usulan tersebut terhadap berbagai aspek, mulai dari perencanaan rekrutmen hingga potensi penumpukan perwira tinggi yang tidak memiliki jabatan struktural (non-job). Usulan revisi UU TNI ini mencakup penambahan masa dinas keprajuritan hingga 58 tahun untuk Bintara dan Tamtama, serta 60 tahun untuk Perwira. Lebih lanjut, ada kemungkinan perpanjangan hingga 65 tahun bagi prajurit yang menempati jabatan fungsional.

Amelia Anggraini, anggota Komisi I DPR RI, mengungkapkan keprihatinannya mengenai efektivitas perencanaan rekrutmen TNI jika usia pensiun diperpanjang. Ia meminta Panglima TNI Agus Subiyanto untuk menjelaskan langkah-langkah yang akan diambil guna memastikan rekrutmen tetap efektif dan memenuhi kebutuhan organisasi. Senada dengan Amelia, Andina Thresia Narang, juga dari Komisi I DPR RI, mengajukan pertanyaan kritis mengenai dampak perubahan usia pensiun terhadap rekrutmen Bintara dan Tamtama serta implikasinya terhadap postur anggaran TNI. Andina juga menyoroti potensi terjadinya bottleneck atau kemacetan dalam struktur organisasi, khususnya di level perwira tinggi, dan meminta penjelasan strategi Panglima TNI untuk mengatasi potensi penumpukan perwira tinggi non-job di masa mendatang.

Frederik Kalalembang, anggota Komisi I lainnya, mengemukakan keprihatinan yang lebih spesifik. Ia mempertanyakan dasar pertimbangan perpanjangan usia pensiun hingga 65 tahun bagi perwira tinggi di jabatan fungsional. Kalalembang menilai bahwa jabatan fungsional di TNI seringkali menjadi tempat penampungan bagi personel yang tidak mendapatkan penempatan di jabatan struktural. Ia khawatir perpanjangan usia pensiun ini akan menambah beban bagi Panglima TNI dan Kasad dalam mengelola organisasi dan berpotensi menimbulkan berbagai masalah internal. Ia menambahkan, "Kasihan nanti Panglima dan Kasad, akan banyak rongrongan, karena ini jabatan yang artinya di jabatan struktural saja mungkin tidak tertampung, apalagi nanti di jabatan fungsional."

Perlu diingat, RUU TNI telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 dan Komisi I DPR RI telah memulai pembahasan revisi UU TNI bersama pemerintah sejak 12 Maret 2025. Revisi UU TNI ini tidak hanya membahas usia pensiun, tetapi juga mencakup peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga. Debat di Komisi I DPR RI ini menjadi sorotan penting karena menyangkut masa depan TNI dan bagaimana revisi UU TNI ini akan membentuk struktur organisasi dan kekuatan militer Indonesia.

Poin-poin penting yang menjadi sorotan:

  • Dampak perpanjangan usia pensiun terhadap perencanaan rekrutmen TNI.
  • Potensi penumpukan perwira tinggi non-job.
  • Pengaruh terhadap postur anggaran TNI.
  • Efektivitas rekrutmen Bintara dan Tamtama.
  • Peran jabatan fungsional sebagai "tempat penampungan".
  • Beban tambahan bagi Panglima TNI dan Kasad dalam mengelola organisasi.

Pembahasan revisi UU TNI ini memerlukan pertimbangan matang dan komprehensif untuk memastikan dampak positif bagi TNI dan stabilitas keamanan nasional.