Penurunan Penerimaan Pajak 30,19% di Awal 2025: Pemerintah Tegaskan Situasi Normal

Penurunan Penerimaan Pajak di Awal 2025: Sebuah Fenomena Musiman?

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Anggito Abimanyu, memberikan penjelasan terkait penurunan signifikan penerimaan pajak sebesar 30,19% pada dua bulan pertama tahun 2025, yang mencapai angka Rp 187,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 269,02 triliun. Wamenkeu menekankan bahwa penurunan ini merupakan hal yang wajar dan sesuai dengan tren yang terjadi selama empat tahun terakhir. Ia menyatakan bahwa pola fluktuasi penerimaan pajak di awal tahun, yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan akhir tahun, telah menjadi tren yang konsisten. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh efek musiman dan faktor-faktor lain yang akan dijelaskan lebih rinci.

Pemerintah menegaskan bahwa penurunan tersebut bukanlah indikasi krisis ekonomi atau kegagalan kebijakan fiskal. Anggito menjelaskan bahwa data historis menunjukkan pola serupa selama periode Januari-Februari dalam beberapa tahun terakhir. Kenaikan signifikan yang terjadi pada bulan Desember, yang dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi menjelang Natal dan Tahun Baru, selalu diikuti oleh penurunan di awal tahun. Siklus ini, kata Wamenkeu, merupakan hal yang lumrah dan sudah diperhitungkan dalam proyeksi penerimaan negara.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Penerimaan Pajak

Wamenkeu menjabarkan dua faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan penerimaan pajak pada periode tersebut. Pertama, penurunan harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti batubara (turun 11,8% year on year), minyak brent (turun 5,2%), dan nikel (turun 5,9%). Penurunan harga komoditas ini secara langsung berdampak pada penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan ekspor.

Kedua, faktor administrasi juga memainkan peran penting. Implementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) dan kebijakan relaksasi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri yang diperpanjang hingga 10 Maret 2025, ikut mempengaruhi angka penerimaan pajak pada bulan Februari. Relaksasi pembayaran PPN ini, menurut Wamenkeu, telah dipertimbangkan dalam perhitungan, namun tetap memberikan dampak pada realisasi penerimaan pada periode pelaporan.

Proyeksi Positif untuk Masa Mendatang

Terlepas dari penurunan sementara ini, Wamenkeu Anggito Abimanyu tetap optimis terhadap tren penerimaan pajak ke depan. Ia menunjuk pada indikator ekonomi makro yang positif, seperti peningkatan Purchasing Managers' Index (PMI) dan konsumsi listrik di sektor industri dan bisnis pada bulan Februari sebagai sinyal pemulihan ekonomi yang menggembirakan. Pemerintah, khususnya, berharap penerimaan dari PPh Pasal 25 akan mengalami peningkatan signifikan di masa mendatang.

Wamenkeu menekankan pentingnya melihat tren penerimaan pajak secara holistik dan tidak hanya terpaku pada data dua bulan pertama tahun ini. Pemerintah akan terus memantau perkembangan ekonomi dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai target penerimaan pajak tahunan.

Catatan: Data yang dipaparkan dalam berita ini bersumber dari konferensi pers APBN KiTA yang diselenggarakan di Jakarta Pusat pada Kamis, 13 Maret 2025.