Program Mudik Gratis Banyuwangi-Bali Dihentikan, Ikawangi Dewata Sampaikan Kekecewaan
Program Mudik Gratis Banyuwangi-Bali Dihentikan, Ikawangi Dewata Sampaikan Kekecewaan
Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) Dewata Bali menyampaikan kekecewaan mendalam menyusul keputusan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk menghentikan program mudik gratis tahunan dari Bali ke Banyuwangi. Informasi peniadaan program yang telah berjalan selama delapan tahun ini disampaikan langsung oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Banyuwangi kepada Ikawangi Dewata. Menurut Sekretaris Jenderal Ikawangi Dewata, Lulut Joni Prasojo, penghentian program tersebut disebabkan oleh alasan efisiensi anggaran, setelah pengajuan ke pemerintah pusat tidak disetujui. Keputusan ini menimbulkan dampak signifikan bagi para perantau Banyuwangi di Bali yang selama ini mengandalkan program tersebut untuk pulang kampung.
Program mudik gratis yang telah terlaksana sejak tahun 2014 ini, kecuali selama pandemi Covid-19, telah menjadi andalan bagi ratusan perantau. Setiap tahunnya, Pemkab Banyuwangi menyediakan delapan bus dan dua truk untuk mengangkut pemudik dan sepeda motor mereka. Satu bus mampu menampung sekitar 56 penumpang, sementara setiap truk dapat memuat 32 sepeda motor. Penghentian program ini bukan hanya sekadar masalah transportasi, melainkan juga berdampak pada aspek ekonomi dan sosial bagi para perantau. Banyak anggota Ikawangi Dewata yang memiliki keterbatasan fisik atau ekonomi sehingga kesulitan untuk membiayai perjalanan pulang kampung secara mandiri. Contohnya, Pak Hari, seorang anggota Ikawangi Dewata berusia 55 tahun dengan seorang anak berusia 10 tahun, menghadapi kesulitan untuk pulang ke rumahnya di Tegalsari karena kondisi fisiknya dan biaya transportasi yang tinggi. Biaya perjalanan menggunakan bus umum berkisar Rp 180.000 per orang, sementara travel mencapai Rp 250.000 hingga Rp 300.000, belum termasuk biaya pengangkutan sepeda motor.
Lebih lanjut, Lulut Joni Prasojo menjelaskan bahwa program mudik gratis ini juga memberikan manfaat signifikan dalam hal mengurangi kemacetan dan potensi kecelakaan lalu lintas selama periode mudik. Konvoi bus yang terorganisir mampu memangkas waktu tempuh dan mengurangi risiko kecelakaan. Perjalanan mandiri, sebaliknya, dapat memakan waktu hingga 12-16 jam dan meningkatkan potensi risiko kecelakaan. Program ini juga sangat membantu para pemudik, terutama ibu dan anak-anak, yang membutuhkan perjalanan yang aman dan nyaman. Kehilangan program ini jelas merupakan kerugian besar bagi mereka. Meskipun merasa kecewa dan sedih, Ikawangi Dewata menyatakan pasrah dan berharap program mudik gratis ini dapat dihidupkan kembali pada tahun depan. Mereka berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali pentingnya program ini bagi masyarakat, khususnya perantau Banyuwangi di Bali.
Meskipun demikian, Ikawangi Dewata tetap mengapresiasi upaya Pemkab Banyuwangi selama ini dalam mendukung program mudik gratis. Mereka berharap pemerintah daerah dapat terus berupaya mencari solusi alternatif untuk membantu perantau Banyuwangi di Bali dapat pulang kampung dengan aman dan nyaman, meskipun program mudik gratis dihentikan untuk sementara waktu. Semoga ke depan, kolaborasi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat dan pihak swasta dapat terjalin untuk menjamin kelancaran dan kemudahan akses transportasi bagi para pemudik.