THR Ojol 2025: Apresiasi, Kekhawatiran, dan Harapan Pengemudi
THR Ojol 2025: Apresiasi, Kekhawatiran, dan Harapan Pengemudi
Rencana pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan tahun 2025 bagi pengemudi ojek online (ojol) disambut baik, namun diiringi kekhawatiran dan harapan dari para pengemudi itu sendiri. Besaran THR yang diusulkan, sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir, menjadi sorotan utama. Para pengemudi mempertanyakan kesesuaian persentase tersebut dengan fluktuasi pendapatan mereka yang kerap tidak stabil.
Yono, seorang pengemudi ojol, mengungkapkan keraguannya akan besaran THR yang diusulkan. Ia menjelaskan bahwa pendapatannya seringkali mengalami pasang surut, sehingga 20 persen dari rata-rata pendapatan bulanan mungkin tidak cukup signifikan. “Kalau bisa sih jangan (20 persen), karena kita orderan kadang-kadang naik turun, kalau dipukul 20 persen enggak mencapai segitu. Karena pendapatan kita enggak bisa stabil,” ujarnya. Meskipun demikian, ia tetap mengapresiasi inisiatif pemberian THR tersebut, mengingat selama ini para pengemudi ojol belum pernah menerima bonus atau THR.
Pendapat senada disampaikan Sardini (40), pengemudi ojol lainnya. Ia menilai positif rencana pemberian THR, namun menyoroti adanya kriteria penerima. “Kalau mau ngasih ya ngasih saja, kriteria terlalu banyak juga, ini pendapatan lagi turun enggak stabil,” tuturnya. Sardini juga mengingatkan pentingnya transparansi dan menghindari pemberian harapan palsu (PHP) seperti yang pernah terjadi tahun sebelumnya. Ia menekankan pentingnya THR untuk persiapan Lebaran, terutama bagi pengemudi ojol yang tergolong dalam lapisan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. “Penting buat ojol ini, orang-orang kecilin seperti kita, butuh banget apalagi buat lebaran, buat nambah lebaran,” tegasnya.
Sementara itu, Slamet (40), pengemudi ojol lainnya, mengaku pesimis dapat menerima THR karena adanya kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Ia berpendapat bahwa pemberian bonus hari raya seharusnya tidak dipersulit dengan kriteria yang rumit. “Iya lah, kalau mau dikasih THR, dikasih THR saja, mungkin di sana ada data orang yang aktif dan nggak aktif. Sekarang banyak driver-driver daftar dari tahun 2015 hingga 2018, apakah harus ditentukan dari bulan-bulan ini kan nggak mungkin,” jelasnya. Slamet menyoroti kompleksitas data dan potensi diskriminasi yang mungkin terjadi jika kriteria tersebut diterapkan.
Secara keseluruhan, rencana pemberian THR ojol ini menimbulkan respon yang beragam. Di satu sisi, ada apresiasi atas inisiatif tersebut sebagai bentuk penghargaan atas jasa para pengemudi. Di sisi lain, muncul pula kekhawatiran terkait besaran THR dan kriteria penerima yang berpotensi mengecualikan sebagian pengemudi. Kejelasan dan transparansi informasi terkait mekanisme pencairan THR menjadi hal krusial untuk memastikan program ini berjalan dengan adil dan efektif, serta memberikan dampak positif bagi kesejahteraan para pengemudi ojol menjelang Lebaran.
Poin-poin penting:
- Besaran THR 20% dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir dipertanyakan.
- Fluktuasi pendapatan membuat besaran THR dianggap tidak mencukupi.
- Adanya kriteria penerima THR menimbulkan kekhawatiran akan adanya diskriminasi.
- Pengalaman PHP (pemberi harapan palsu) di masa lalu menimbulkan keresahan.
- Pentingnya transparansi dan kejelasan mekanisme pencairan THR.
- THR sangat dibutuhkan untuk persiapan Lebaran, terutama bagi pengemudi ojol.