Realisasi Penerimaan Pajak Turun Signifikan, Kemenkeu Paparkan Analisis Mendalam
Realisasi Penerimaan Pajak Februari 2025 Menurun Signifikan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penurunan signifikan pada realisasi penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025. Angka tersebut menunjukkan penurunan yang cukup drastis jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan ini berdampak pada pendapatan negara secara keseluruhan, yang mengalami penurunan sebesar 20,85 persen, mencapai Rp 316,9 triliun. Dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai Rp 400,36 triliun, penurunan ini menunjukkan adanya tantangan signifikan dalam pengelolaan keuangan negara.
Lebih rinci, penerimaan perpajakan mengalami penurunan sebesar 25 persen, dari Rp 320,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 240,4 triliun di Februari 2025. Komponen utama penerimaan perpajakan, yakni penerimaan pajak, mencatat penurunan yang lebih tajam, yaitu 30,19 persen, dari Rp 269,02 triliun menjadi Rp 187,8 triliun. Meskipun demikian, penerimaan kepabeanan dan cukai menunjukkan tren positif dengan kenaikan 2,13 persen, mencapai Rp 52,6 triliun. Pendapatan negara bukan pajak (PNBP) juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, naik 14,48 persen menjadi Rp 76,4 triliun.
Analisis Mendalam atas Penyebab Penurunan Penerimaan Pajak
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, memaparkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penurunan penerimaan pajak. Faktor pertama adalah penurunan harga komoditas utama ekspor, seperti batu bara (turun 11,8 persen), minyak Brent (turun 5,2 persen), dan nikel (turun 5,9 persen). Penurunan harga komoditas ini berdampak langsung pada penerimaan pajak yang bersumber dari sektor pertambangan dan energi.
Faktor kedua adalah dampak kebijakan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) dalam skema penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Kebijakan ini mengakibatkan terjadinya lebih bayar pajak sebesar Rp 16,5 triliun pada tahun 2024, yang kemudian diklaim kembali pada bulan Januari dan Februari 2025. Hal ini menciptakan distorsi sementara pada data penerimaan pajak pada periode tersebut.
Faktor ketiga adalah kebijakan relaksasi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) pada bulan Januari, yang memberikan tenggat waktu pembayaran hingga 10 Maret 2025. Kebijakan ini memberikan kelonggaran bagi wajib pajak dan memengaruhi realisasi penerimaan pajak pada bulan Februari.
Meskipun demikian, Wakil Menteri Keuangan menekankan pentingnya melihat konteks penurunan ini dalam konteks kinerja ekonomi secara keseluruhan. Beliau menyoroti adanya indikator positif, seperti pertumbuhan positif pada Indeks PMI Manufaktur dan penjualan otomotif, yang menunjukkan adanya potensi pertumbuhan ekonomi yang masih baik. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan penerimaan pajak Februari 2025 perlu dilihat sebagai fenomena sementara yang dipengaruhi oleh beberapa faktor spesifik, bukan sebagai indikator penurunan ekonomi secara menyeluruh.
Data Tambahan:
- Penerimaan perpajakan: Rp 240,4 triliun (9,7 persen dari target tahun ini)
- Penerimaan pajak: Rp 187,8 triliun (8,4 persen dari target tahun ini)
- Penerimaan kepabeanan dan cukai: Rp 52,6 triliun (17,5 persen dari target tahun ini)
- Pendapatan negara bukan pajak (PNBP): Rp 76,4 triliun (naik 14,48 persen dibandingkan tahun lalu)