Pengungkapan Sindikat Pengoplosan Gas Subsidi: Keuntungan Miliaran Rupiah dari Praktik Ilegal
Pengungkapan Sindikat Pengoplosan Gas Subsidi: Keuntungan Miliaran Rupiah dari Praktik Ilegal
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap sebuah sindikat yang melakukan pengoplosan gas subsidi 3 kg ke dalam tabung gas non-subsidi 12 kg. Praktik ilegal ini telah berlangsung selama beberapa bulan di wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tegal, menghasilkan keuntungan yang sangat fantastis bagi para pelaku. Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwajib, total keuntungan yang diraup oleh sindikat ini mencapai angka yang mengejutkan, yaitu Rp 10,18 miliar.
Rincian keuntungan tersebut menunjukkan variasi operasional di masing-masing wilayah. Di Bogor dan Bekasi, sindikat ini mampu meraup keuntungan sekitar Rp 714,28 juta per bulan, dengan total keuntungan selama tujuh bulan operasi mencapai Rp 5 miliar. Sementara itu, di Tegal, sindikat ini menghasilkan keuntungan sebesar Rp 432 juta per bulan, sehingga dalam kurun waktu satu tahun operasi, keuntungan yang didapatkan mencapai Rp 5,18 miliar. Modus operandi yang dilakukan di ketiga wilayah tersebut relatif serupa, namun terdapat perbedaan tingkat kompleksitas dan struktur organisasi.
Di Kabupaten Bogor dan Bekasi, modus operandi yang digunakan terbilang sederhana. Para pelaku mengumpulkan tabung gas subsidi 3 kg dari berbagai sumber, kemudian memindahkan isinya ke tabung 12 kg menggunakan regulator modifikasi dan pendinginan dengan batu es. Proses ini dilakukan secara manual dan kurang terstruktur. Berbeda dengan di Kabupaten Tegal, sindikat ini menjalankan operasi secara lebih terorganisir dan profesional. Mereka tidak hanya memindahkan gas subsidi, tetapi juga memasang segel dan barcode palsu pada tabung 12 kg hasil oplosan, sehingga produk ilegal tersebut tampak seperti produk resmi dari Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE).
Akibat praktik ilegal ini, masyarakat dirugikan karena membeli tabung gas 12 kg dengan harga yang lebih tinggi, namun dengan isi gas yang tidak sesuai standar dan kualitas. Keuntungan besar yang diraup sindikat ini tentu saja berasal dari selisih harga antara gas subsidi 3 kg dengan harga jual gas non-subsidi 12 kg di pasaran. Atas perbuatannya, Bareskrim Polri telah menetapkan lima tersangka. Dua tersangka (RJ dan K) berasal dari lokasi operasi di Bogor, satu tersangka (F alias K) dari Bekasi, dan dua tersangka (MT dan MM) dari Tegal.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 Angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar. Mereka juga dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c Jo Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar. Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya pengawasan yang ketat terhadap distribusi gas subsidi untuk mencegah praktik ilegal serupa yang merugikan negara dan masyarakat.
Daftar Tersangka: * Bogor: RJ dan K * Bekasi: F alias K * Tegal: MT dan MM