Polemik THR untuk Pengemudi Ojol: Antara Apresiasi dan Beban Syarat
Polemik THR untuk Pengemudi Ojol: Antara Apresiasi dan Beban Syarat
Inisiatif Presiden Prabowo Subianto yang mendorong perusahaan aplikasi ojek online (ojol) untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pengemudi telah disambut positif oleh sebagian besar kalangan. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan polemik baru seiring dengan ditetapkannya sejumlah syarat yang harus dipenuhi para pengemudi untuk berhak mendapatkan THR. Persyaratan ini, menurut sejumlah pengemudi, justru menimbulkan beban tambahan di tengah tantangan pekerjaan sehari-hari yang sudah berat.
Syarat-syarat yang diberlakukan untuk mendapatkan THR tersebut antara lain:
- Memenuhi minimal 250 trip dalam satu bulan.
- Wajib online minimal sembilan jam per hari.
- Menjaga tingkat penyelesaian orderan yang tinggi.
- Mempertahankan rating pengemudi yang tinggi.
- Tidak melanggar kode etik aplikasi.
Rahmat (33), seorang pengemudi ojol di Jakarta Selatan, mengungkapkan apresiasinya terhadap rencana pemberian THR, namun ia juga merasa terbebani dengan persyaratan yang ada. "Alhamdulillah sih ada THR, tapi syaratnya cukup berat," ujarnya saat ditemui pada Selasa (11/3/2025). Ia mengakui kesulitan untuk konsisten memenuhi target 250 trip per bulan dan jam online sembilan jam sehari, mengingat berbagai kendala di lapangan seperti kemacetan dan sulitnya mendapatkan penumpang.
Senada dengan Rahmat, Dina (29), pengemudi ojol lainnya, menilai bahwa persyaratan tersebut tidak merefleksikan realitas pekerjaan di lapangan. Menurutnya, faktor-faktor eksternal seperti kesulitan mencari penumpang dan waktu tunggu yang lama seringkali membuat pengemudi sulit memenuhi target yang ditetapkan. "Syaratnya terlalu berat. Kita di lapangan menghadapi banyak tantangan, tapi target tetap harus terpenuhi," keluhnya. Ia berharap perusahaan aplikasi ojol bisa lebih memahami kesulitan yang dihadapi para pengemudi dalam bekerja.
Polemik ini muncul setelah aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh puluhan pengemudi ojol di depan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Kamis (27/2/2025). Dalam aksi tersebut, para pengemudi menuntut pemberian THR dan penghapusan program SLOT yang dianggap merugikan. Presiden Prabowo Subianto pun merespon tuntutan tersebut dengan menegaskan agar THR yang diberikan berupa uang tunai, dengan mempertimbangkan tingkat keaktifan pengemudi dalam menerima orderan.
Permasalahan ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara apresiasi terhadap kinerja pengemudi ojol dan realita lapangan yang dihadapi. Diharapkan, ada solusi yang bisa mengakomodasi aspirasi para pengemudi agar pemberian THR dapat berjalan adil dan merata, tanpa memberatkan mereka dengan persyaratan yang tidak realistis. Perlu adanya dialog yang lebih intensif antara perusahaan aplikasi ojol, pemerintah, dan perwakilan pengemudi untuk mencari solusi yang tepat dan berkelanjutan. Langkah ini penting untuk menjaga keberlanjutan profesi pengemudi ojol sekaligus menjamin kesejahteraan mereka.
Perlu adanya kajian lebih mendalam mengenai formulasi pemberian THR yang lebih adil dan proporsional, yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti fluktuasi pendapatan, biaya operasional, serta kondisi ekonomi makro. Dengan demikian, pemberian THR dapat menjadi bentuk apresiasi yang sesungguhnya dan bukan menjadi beban tambahan bagi para pengemudi ojol.