Mantan Terpidana Fetish Kain Jarik Diduga Kembali Beraksi, Korban Laporkan Gangguan Melalui Media Sosial

Mantan Terpidana Fetish Kain Jarik Diduga Kembali Beraksi, Korban Laporkan Gangguan Melalui Media Sosial

Gilang Aprilia Nugraha, yang pernah divonis bersalah atas kasus pelecehan seksual dengan modus fetish kain jarik dan telah bebas pada 24 Juni 2024, kembali menjadi sorotan. Seorang mahasiswa asal Riau, yang identitasnya dirahasiakan dengan inisial R, melaporkan dugaan tindak intimidasi dan teror yang dilakukan oleh Gilang melalui media sosial. Laporan ini muncul setelah R menerima pesan dan gambar yang meresahkan dari akun yang diduga milik Gilang, membangkitkan kembali trauma dan kekhawatiran publik terkait kasus kontroversial ini.

Kronologi kejadian bermula setelah R, peserta sebuah lomba menulis cerpen nasional, mengetahui bahwa Gilang juga turut berpartisipasi dalam kompetisi tersebut. Setelah pengumuman pemenang, Gilang diduga menghubungi R melalui Instagram, kemudian memaksa untuk mendapatkan nomor WhatsApp korban. R awalnya mengiyakan permintaan tersebut namun kecurigaan muncul setelah Gilang mengirimkan pertanyaan terkait praktik pembungkusan jenazah, sebuah hal yang mengingatkan R pada kasus fetish kain jarik yang pernah dilakukan Gilang. Ketakutan R semakin menjadi ketika ia menerima kiriman foto seseorang yang dibungkus kain jarik. Merasa terancam, R langsung memblokir kontak Gilang. Namun, teror tersebut tak berhenti sampai di situ. Gilang diduga terus menghubungi R melalui nomor telepon berbeda, bahkan memperluas jangkauannya dengan menghubungi organisasi, teman, dan orang tua R.

Kejadian ini telah dilaporkan oleh R melalui media sosial, memohon bantuan publik dan pihak berwajib untuk menindaklanjuti kasus ini. Postingan R di media sosial X, @sehitamsabit, dengan cepat menyebar dan menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Pihak kepolisian, khususnya Polrestabes Surabaya, hingga saat ini belum memberikan respons resmi terkait laporan dugaan tindakan Gilang tersebut. Keengganan R untuk terlibat langsung dalam proses hukum dikarenakan kekhawatirannya akan kompleksitas proses tersebut.

Vonis sebelumnya terhadap Gilang telah dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada Maret 2021. Ia divonis lima tahun enam bulan penjara dan denda Rp 50 juta, subsider tiga bulan penjara. Vonis tersebut berdasarkan pelanggaran terhadap tiga pasal, yaitu Pasal 45 ayat (4) juncto Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Pasal 289 KUHP. Gilang menjalani masa hukumannya di beberapa lembaga pemasyarakatan, termasuk Polrestabes Surabaya, Rutan Klas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, dan terakhir di Rutan Situbondo sebelum mendapatkan remisi selama enam bulan dan akhirnya bebas pada Juni 2024.

Kasus ini kembali mempertanyakan efektivitas sistem peradilan dan pembinaan narapidana dalam mencegah terjadinya residivis. Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya perlindungan bagi korban pelecehan seksual dan perlunya langkah-langkah preventif untuk mencegah terulangnya tindakan serupa di masa depan. Kejelasan dari pihak berwajib terkait laporan terbaru ini sangat dinantikan masyarakat, untuk memberikan rasa aman dan keadilan bagi korban serta mencegah potensi munculnya korban baru.

Catatan: Nama korban dan detail tertentu disembunyikan untuk melindungi privasi korban sesuai dengan etika jurnalistik.