Skema THR 2025 untuk Pengemudi Ojol Dipertanyakan: Syarat Kompleks dan Potensi Ketidakadilan

Skema THR 2025 untuk Pengemudi Ojol Dipertanyakan: Syarat Kompleks dan Potensi Ketidakadilan

Rencana pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan tahun 2025 bagi pengemudi ojek online (ojol) oleh pihak aplikator telah menimbulkan gelombang skeptis di kalangan para pekerja gig ini. Para pengemudi mempertanyakan sejumlah syarat dan kriteria yang dianggap memberatkan dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam pendistribusian THR tersebut. Ketidakpastian ini memicu kekhawatiran akan terulangnya janji-janji yang tak terealisasi di tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu pengemudi, Slamet, mengungkapkan pesimismenya terhadap program THR ini. Ia menjelaskan bahwa kriteria yang ditetapkan dalam aplikasi sangat ketat dan mustahil dipenuhi oleh sebagian besar pengemudi. “Pesimis, karena di aplikasi ini kan muncul ada kriteria tertentu. Kita baca kalau dari kriteria itu ya jelas enggak mungkin semua dapat,” ungkap Slamet. Ia menambahkan bahwa seharusnya THR diberikan tanpa syarat rumit, mengingat data pengemudi aktif dan tidak aktif sudah tersedia di pihak aplikator. Ia mencontohkan salah satu syarat yang memberatkan adalah tuntutan penyelesaian 250 orderan dalam sebulan—sebuah target yang sulit dicapai bagi banyak pengemudi, terutama yang bekerja dengan jadwal fleksibel atau menghadapi fluktuasi permintaan.

Senada dengan Slamet, Sardini (40), pengemudi ojol sejak 2018, berharap agar pemberian THR kali ini bukanlah sekadar janji semu. “Yang penting ya bener-bener, jangan omong kosong doang. Karena yang sudah-sudah tahun kemarin di-PHP (pemberi harapan palsu),” tegas Sardini, yang mengaku belum pernah menerima THR selama berkarier sebagai pengemudi ojol. Ia menekankan pentingnya THR bagi para pengemudi, terutama menjelang Lebaran, sebagai tambahan pendapatan yang sangat dibutuhkan.

Sementara itu, Yono (52), pengemudi ojol sejak 2017, menyambut baik rencana pemberian THR, namun menyoroti besaran THR yang diusulkan, yaitu 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir. Ia menilai persentase tersebut terlalu rendah dan tidak mencerminkan fluktuasi pendapatan yang kerap dialami para pengemudi. “Kalau bisa sih jangan (20 persen), karena kita orderan kadang-kadang naik turun, kalau dipukul 20 persen enggak mencapai segitu. Karena pendapat kita enggak bisa stabil,” ujar Yono. Pernyataan Yono ini menggarisbawahi pentingnya pertimbangan yang lebih adil dan realistis dalam menentukan besaran THR yang diberikan.

Kesimpulannya, rencana pemberian THR untuk pengemudi ojol ini menimbulkan pro dan kontra. Meskipun adanya inisiatif ini diapresiasi, namun para pengemudi mendesak agar persyaratan yang memberatkan dan potensi ketidakadilan dalam penentuan besaran THR dikaji ulang demi menjamin keadilan dan kesejahteraan para pekerja gig ini.

Berikut poin-poin penting yang menjadi sorotan para pengemudi ojol:

  • Syarat yang memberatkan: Kriteria yang ditetapkan dinilai terlalu ketat dan sulit dipenuhi oleh sebagian besar pengemudi.
  • Target orderan yang tinggi: Tuntutan menyelesaikan 250 orderan dalam sebulan dianggap tidak realistis.
  • Besaran THR yang rendah: Persentase 20% dari rata-rata pendapatan bersih bulanan dianggap terlalu kecil dan tidak mencerminkan fluktuasi pendapatan.
  • Janji yang tak terpenuhi: Para pengemudi khawatir bahwa rencana pemberian THR ini hanya akan menjadi janji kosong seperti di tahun-tahun sebelumnya.