Potensi Zakat Nasional Capai Rp 300 Triliun: Strategi Optimalkan Dana Umat untuk Pengentasan Kemiskinan

Potensi Zakat Nasional Capai Rp 300 Triliun: Strategi Optimalkan Dana Umat untuk Pengentasan Kemiskinan

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyampaikan optimismenya terkait potensi zakat nasional tahun depan. Dalam sebuah pernyataan di Kantor Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, Kamis (13/3/2025), Menag mengungkapkan harapannya agar potensi pengumpulan zakat dapat mencapai angka fantastis, yaitu Rp 300 triliun. Ia meyakini, pencapaian tersebut sangat memungkinkan jika pengelolaan dana umat dilakukan secara profesional dan optimal.

Angka Rp 300 triliun tersebut, menurut Menag, merupakan potensi yang sangat besar untuk menekan angka kemiskinan di Indonesia. Beliau menekankan bahwa potensi ini belum termasuk potensi wakaf, sedekah, dan sumber dana sosial keagamaan lainnya. Jika seluruh potensi ini dikelola dengan baik dan terintegrasi, proses pengentasan kemiskinan di Indonesia akan dapat dipercepat secara signifikan. Keyakinan Menag ini didasari oleh data survei CAF World Giving Index yang menempatkan Indonesia sebagai negara yang sangat dermawan.

Menag Nasaruddin lebih lanjut menjelaskan peran krusial agama dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, terutama dalam upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem. Ia menyoroti kekuatan ajaran agama sebagai penggerak utama dalam mengatasi permasalahan sosial ini. Menurutnya, berbagai program keagamaan berbasis pada nilai-nilai berbagi dan kepedulian telah dan terus menunjukkan dampak positif dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan. “Bahasa agama ini luar biasa dahsyat untuk menjadi faktor dalam mengentaskan kemiskinan,” tegas Menag.

Lebih rinci, Menag menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam terdapat 27 jenis pundi-pundi keuangan umat yang dapat digunakan untuk membantu fakir miskin. Namun, hingga saat ini, baru zakat yang dikelola secara maksimal. Potensi yang sangat besar dari infaq, sedekah, wakaf, waris, jizyah, hingga nazar, masih perlu dioptimalkan untuk memberikan dampak yang lebih luas dalam pengentasan kemiskinan. Pengelolaan yang terintegrasi dan transparan atas semua sumber dana ini diyakini akan memberikan dampak yang sangat signifikan.

Sebagai contoh nyata kontribusi tradisi keagamaan dalam membantu masyarakat miskin, Menag mencontohkan ibadah kurban yang secara rutin meningkatkan konsumsi protein masyarakat, serta zakat fitrah yang menjamin kebutuhan karbohidrat bagi masyarakat kurang mampu. Namun, beliau juga menyoroti potensi wakaf yang dianggapnya jauh lebih besar daripada zakat. Sifat wakaf yang produktif dan berkelanjutan, menurut Menag, dapat memberikan dampak ekonomi yang lebih luas jika dikelola secara optimal. “Kalau wakaf nanti diaktifkan itu jauh lebih dahsyat daripada zakat,” tandasnya. Pemerintah, menurutnya, perlu mendorong upaya tersebut dengan memberikan kemudahan dan transparansi dalam pengelolaan seluruh sumber dana keagamaan tersebut.

Langkah-langkah strategis perlu segera dilakukan untuk merealisasikan potensi besar ini. Hal ini meliputi peningkatan literasi dan pemahaman masyarakat tentang pengelolaan zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF), penguatan kelembagaan pengelola ZISWAF yang transparan dan akuntabel, serta peningkatan sinergi antara pemerintah, lembaga amil zakat (LAZ), dan masyarakat.