Konflik Lahan KAI di Gang Royal: Prostitusi Liar Kembali Muncul, Butuh Solusi Terintegrasi
Konflik Lahan KAI di Gang Royal: Prostitusi Liar Kembali Muncul, Butuh Solusi Terintegrasi
Praktik prostitusi kembali marak di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Gang Royal, Tambora, Jakarta Barat. Meskipun PT KAI telah berupaya mencegah aktivitas ilegal tersebut melalui imbauan, teguran, dan pemasangan pagar, upaya tersebut terbukti sia-sia. Warga setempat membobol pagar yang telah dipasang, sehingga praktik prostitusi kembali beroperasi. Hal ini menuntut solusi terintegrasi dan komprehensif dari berbagai pihak terkait untuk mengatasi permasalahan ini secara permanen.
Manajer Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, menjelaskan bahwa upaya preventif yang dilakukan perusahaan sebelumnya meliputi sosialisasi dan penutupan akses dengan pagar. Namun, upaya tersebut gagal karena pagar yang dipasang dibobol oleh warga. PT KAI pun menyerukan perlunya penutupan akses lahan secara permanen dan menekankan pentingnya keterlibatan warga setempat dalam proses penutupan tersebut. Ixfan menegaskan komitmen PT KAI untuk berpartisipasi dalam diskusi dan mencari solusi bersama tokoh masyarakat untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas dan mencegah terulangnya aktivitas prostitusi di lokasi tersebut. Lebih lanjut, Ixfan mengingatkan bahwa aktivitas prostitusi di sekitar jalur kereta api melanggar Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, dengan ancaman pidana penjara maksimal tiga bulan atau denda Rp 15 juta.
Sementara itu, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat juga turut angkat bicara. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Barat, Agus Irwanto, menyatakan bahwa PT KAI sebagai pemilik lahan memiliki peran krusial dalam menyelesaikan permasalahan ini. Ia meminta PT KAI untuk membangun pagar yang lebih permanen dan kokoh guna mencegah akses masyarakat ke lahan tersebut. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Satpol PP Jakarta, Satriadi Gunawan, yang mengungkapkan hasil razia gabungan yang menangkap 14 wanita yang diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK) di dua lokasi berbeda di Jakarta Barat, yakni 11 wanita di Jalan Gedong Panjang, Kawasan Royal, dan 3 wanita di Jalan TB Angke Pesing. Razia ini menegaskan masih berlangsungnya praktik prostitusi di area tersebut dan mendesak adanya tindakan tegas dan terpadu dari berbagai pihak.
Permasalahan prostitusi liar di Gang Royal menyoroti pentingnya kerjasama antar-stakeholder. Selain PT KAI dan Pemkot Jakarta Barat, peran serta kepolisian, tokoh masyarakat, dan lembaga sosial sangat diperlukan untuk menciptakan solusi jangka panjang. Perlu adanya pendekatan yang komprehensif, yang tidak hanya berfokus pada penindakan hukum, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat dan upaya pencegahan yang berkelanjutan. Strategi ini diharapkan mampu mengatasi akar permasalahan dan mencegah munculnya kembali praktik prostitusi di lokasi tersebut dan di area serupa lainnya.
Langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan antara lain:
- Penguatan pengawasan: Peningkatan patroli dan pengawasan oleh aparat keamanan di sekitar lokasi untuk mencegah aktivitas prostitusi.
- Sosialisasi dan edukasi: Kampanye dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya dan dampak negatif prostitusi.
- Pemberdayaan ekonomi: Memberikan pelatihan dan kesempatan kerja alternatif bagi warga yang terlibat dalam praktik prostitusi.
- Peningkatan infrastruktur: Memperbaiki infrastruktur di sekitar lokasi untuk mencegah aktivitas yang mencurigakan.
- Kerjasama antar instansi: Peningkatan koordinasi dan kerjasama yang lebih efektif antar instansi terkait.
Solusi komprehensif dan kolaboratif menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah prostitusi di lahan KAI Gang Royal, dan mencegah munculnya masalah serupa di masa mendatang.