Bareskrim Polri Asistensi Kasus Pelecehan Seksual Anak oleh Eks Kapolres Ngada: Proses Hukum Tetap Berjalan

Bareskrim Polri Asistensi Kasus Pelecehan Seksual Anak oleh Eks Kapolres Ngada: Proses Hukum Tetap Berjalan

Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, terus bergulir. Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri memberikan asistensi langsung kepada Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam penanganan kasus ini, guna memastikan proses penegakan hukum berjalan efektif, transparan, dan berkeadilan. Asistensi tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari proses penyidikan hingga pemulihan bagi korban. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nurul Azizah, dalam konferensi pers pada Kamis, 13 Maret 2025.

Brigjen Nurul Azizah menjelaskan bahwa asistensi yang diberikan difokuskan pada pembinaan fungsi penyidikan dan rehabilitasi bagi korban. Kerjasama intensif dengan penyidik Polda NTT menjadi kunci untuk memastikan penegakan hukum yang presisi, sesuai dengan prinsip-prinsip prediktif, responsibilitas, transparansi, dan berkeadilan. Koordinasi internal dengan penyidik PPA Ditreskrimum Polda NTT juga dilakukan untuk menjamin proses hukum berjalan sesuai standar operasional prosedur dan menjunjung tinggi hak-hak korban. Selain itu, komunikasi yang terjalin dengan stakeholder terkait turut memastikan penanganan kasus ini dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi.

Sementara itu, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri turut menangani aspek pelanggaran etik yang dilakukan oleh AKBP Fajar. Karowabprof Divpropam Polri, Brigjen Pol. Agus Wijayanto, menyatakan bahwa AKBP Fajar telah ditempatkan dalam pengamanan khusus (patsus) sejak tanggal 24 Februari hingga 13 Maret 2025. Penempatan dalam patsus ini merupakan bagian dari proses penyelidikan pelanggaran etik yang dilakukan oleh yang bersangkutan. AKBP Fajar sendiri telah ditangkap pada 20 Februari 2025 oleh Paminal Polda NTT bersama Divpropam Mabes Polri dan hingga kini masih ditahan di Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Kasus ini ditangani secara cepat dan hati-hati mengingat keterlibatan anak-anak sebagai korban. Proses hukum yang berjalan menekankan pentingnya perlindungan dan pemulihan bagi korban. Pihak kepolisian berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada korban dan keluarga selama proses hukum berlangsung. Pelanggaran etik yang dilakukan AKBP Fajar tergolong berat, sehingga ia berpotensi dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan. Hal ini berdasarkan pelanggaran beberapa pasal dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, sebagaimana dijelaskan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers yang sama.

Berikut pasal-pasal yang dilanggar oleh AKBP Fajar:

  • Pasal 13 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri
  • Pasal 8 huruf C angka 1, Pasal 8 huruf C angka 2, Pasal 8 huruf C angka 3 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri
  • Pasal 13 huruf D, Pasal 13 huruf E, Pasal 13 huruf F, Pasal 13 huruf G angka 5 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri

Kecepatan dan kehati-hatian dalam penanganan kasus ini menunjukkan komitmen Polri dalam menangani kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak, serta penegakan hukum yang berpihak pada korban.