Gelombang PHK Landa Indonesia: 60.000 Buruh Kehilangan Pekerjaan di Awal 2025

Gelombang PHK di Awal Tahun 2025: 60.000 Buruh Terdampak

Indonesia kembali menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang signifikan di awal tahun 2025. Data yang dirilis oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Said Iqbal, menunjukkan angka yang mengkhawatirkan: sebanyak 60.000 buruh dari 50 perusahaan telah kehilangan pekerjaan mereka selama periode Januari-Februari 2025. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak sosial dan ekonomi yang luas, dan mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah intervensi yang efektif.

Sektor industri yang terkena dampak PHK masif ini meliputi berbagai bidang, mulai dari industri tekstil dan garmen, sepatu, elektronik, hingga sektor otomotif seperti truk dan dump truk. Dari 50 perusahaan yang melakukan PHK, 15 di antaranya disebabkan oleh kebangkrutan atau pailit. Kondisi ini menunjukkan semakin beratnya tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha di tengah kondisi ekonomi global yang masih belum sepenuhnya pulih. Kasus kebangkrutan yang menyebabkan PHK besar-besaran ini tidak hanya terjadi pada perusahaan besar seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), tetapi juga merata di berbagai perusahaan skala menengah dan kecil.

Berikut beberapa contoh perusahaan yang melakukan PHK massal:

  • PT Aditec Cakrawityata (Tangerang): 500 buruh
  • PT Karya Mitra Budi Sentosa (Pasuruan, Nganjuk, dan Madiun): 10.000 buruh
  • PT Duta Cepat Pakar Perkasa (Surabaya): 1.500 buruh
  • PT Rama Gloria Sakti (Pasuruan): 500 buruh
  • PT New Era (Gresik): 2.000 buruh
  • PT Danamtex (Pekalongan): 810 buruh
  • PT Dupantex (Pekalongan): 530 buruh
  • PT Jabatex (Tangerang): 500 buruh

Angka PHK yang sangat tinggi ini mendorong KSPI untuk mendesak Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, agar segera membentuk Satuan Tugas PHK (Satgas PHK). Langkah ini dinilai krusial untuk menangani permasalahan PHK secara komprehensif dan memberikan solusi yang tepat bagi buruh yang terdampak. KSPI menekankan perlunya perhatian pemerintah yang merata, bukan hanya terfokus pada kasus-kasus PHK di perusahaan besar saja, tetapi juga memperhatikan nasib para buruh di perusahaan-perusahaan yang lebih kecil.

Pemerintah perlu segera melakukan kajian mendalam untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang menyebabkan PHK massal ini. Hal ini meliputi analisis terhadap kondisi ekonomi makro, regulasi ketenagakerjaan, dan daya saing industri dalam negeri. Selain itu, perlu juga dikembangkan program-program pelatihan dan peningkatan keterampilan bagi para buruh yang terkena PHK untuk mempermudah mereka mendapatkan pekerjaan baru. Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini dan menciptakan iklim kerja yang lebih adil dan berkelanjutan di Indonesia.

Situasi ini menyoroti urgensi perlunya kebijakan yang lebih protektif bagi pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi. Pembentukan Satgas PHK dan langkah-langkah konkret lainnya diharapkan mampu meminimalisir dampak negatif PHK massal dan memberikan perlindungan sosial bagi para buruh yang terkena dampak.