Oknum Dishub Bekasi Diduga Lakukan Pemerasan Terkait Pelanggaran KIR, Sopir Jadi Korban

Oknum Dishub Bekasi Diduga Lakukan Pemerasan Terkait Pelanggaran KIR, Sopir Jadi Korban

Beredarnya video viral di media sosial baru-baru ini telah mengungkap dugaan tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi. Dalam video tersebut, terlihat seorang oknum Dishub terlibat perselisihan dengan seorang sopir angkutan umum. Perselisihan tersebut bermula dari pelanggaran KIR (Keterampilan dan Kelayakan Kendaraan Bermotor) yang dilakukan oleh sopir tersebut, yang diduga telat melakukan uji KIR selama tiga hari. Namun, yang menjadi sorotan utama adalah permintaan uang sejumlah Rp 1,5 juta oleh oknum Dishub kepada sopir tersebut. Permintaan tersebut dilayangkan dengan nada mengancam dan disertai intimidasi, sehingga menimbulkan kecaman dari berbagai pihak.

Insiden ini terjadi di Kota Bekasi, Jawa Barat, dan terekam melalui kamera ponsel milik sopir yang kemudian disebarluaskan melalui media sosial Threads. Video tersebut memperlihatkan reaksi arogan oknum Dishub yang marah-marah kepada sopir karena telah merekam tindakannya. Oknum Dishub tersebut bahkan mengancam akan menyerahkan sopir kepada pihak kepolisian atas tuduhan merekam tanpa izin. Pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oknum Dishub tersebut, seperti "Sudah tua tapi tidak ada etikanya. Wartawan saja ada etikanya, minta izin," mencerminkan kurangnya profesionalisme dan etika dalam menjalankan tugas. Pernyataan tersebut juga mengisyaratkan bahwa oknum Dishub tersebut tidak memahami sepenuhnya aturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Analisis Hukum dan Pelanggaran yang Terjadi:

Kasus ini melibatkan dua pelanggaran hukum yang perlu dikaji secara terpisah. Pertama, tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum Dishub merupakan pelanggaran hukum pidana. Menurut Budiyanto, pemerhati masalah transportasi dan hukum, tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, yang ancaman hukumannya mencapai 9 tahun penjara. Kedua, pelanggaran KIR yang dilakukan oleh sopir juga merupakan pelanggaran hukum lalu lintas, sebagaimana diatur dalam Pasal 286 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.

Budiyanto menjelaskan bahwa oknum Dishub, sebagai bagian dari aparatur sipil negara (ASN), memiliki wewenang untuk melakukan penegakan hukum terkait pelanggaran lalu lintas, khususnya untuk angkutan umum. Namun, wewenang tersebut tidak memberikan hak kepada oknum Dishub untuk melakukan tindakan pemerasan atau intimidasi. Tindakan tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan melanggar kode etik profesi.

Kesimpulan:

Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum Dishub Kota Bekasi ini menjadi sorotan penting dalam penegakan hukum dan tata kelola pemerintahan. Tindakan tersebut bukan hanya merusak citra institusi Dishub, tetapi juga merugikan masyarakat dan menimbulkan ketidakpercayaan publik. Proses hukum yang adil dan transparan sangat dibutuhkan untuk memberikan keadilan kepada korban dan memberikan efek jera kepada pelaku. Lebih lanjut, kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya peningkatan pengawasan dan penegakan kode etik bagi seluruh ASN agar hal serupa tidak terulang di masa mendatang. Pentingnya pelatihan dan edukasi terkait etika dan hukum bagi petugas Dishub perlu menjadi fokus perhatian pemerintah daerah setempat untuk memastikan pelayanan publik yang profesional dan terbebas dari praktik-praktik koruptif. Transparansi dan akuntabilitas juga sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintahan.

Daftar poin penting:

  • Video viral di media sosial menampilkan dugaan pemerasan oleh oknum Dishub Bekasi.
  • Oknum Dishub diduga meminta Rp 1,5 juta kepada sopir karena pelanggaran KIR.
  • Oknum Dishub mengancam dan mengintimidasi sopir.
  • Kasus ini melibatkan dua pelanggaran hukum: pemerasan (Pasal 368 KUHP) dan pelanggaran KIR (UU No. 22 Tahun 2009).
  • Budiyanto, pemerhati transportasi dan hukum, menganalisis kasus ini dari sisi hukum lalu lintas dan KUHP.
  • Pentingnya peningkatan pengawasan, penegakan kode etik ASN, dan pelatihan etika bagi petugas Dishub.