Tragedi Tambora: Motif Penipuan Berujung Pembunuhan Berencana Ibu dan Anak

Tragedi Tambora: Motif Penipuan Berujung Pembunuhan Berencana Ibu dan Anak

Sebuah kasus pembunuhan keji mengguncang Jakarta Barat. Febri Arifin (31), yang juga dikenal dengan berbagai nama samaran seperti Ari, Kakang, Jamet, Bebeb, dan Kris Martoyo, telah didakwa atas pembunuhan berencana terhadap Tjong Sioe Lan alias Enci (59) dan putrinya, Eka Serlawati (35). Peristiwa mengerikan ini terjadi pada Sabtu, 1 Maret 2025, di kediaman korban di Tambora, dan terungkap setelah penyelidikan intensif oleh pihak kepolisian. Mayat kedua korban ditemukan disembunyikan di dalam toren air rumah mereka, sebuah penemuan yang mengungkap kekejaman yang dilakukan pelaku.

Berdasarkan keterangan Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi, dalam jumpa pers pada Kamis, 13 Maret 2025, motif pembunuhan ini berakar dari penipuan yang dilakukan pelaku terhadap korban. Sejak tahun 2021 hingga 2025, Febri secara sistematis meminjam uang dari Enci dengan total mencapai Rp 90 juta, dengan janji palsu akan mengembalikannya. Namun, utang tersebut tak kunjung dilunasi. Lebih mengejutkan lagi, Febri menjalankan modus operandi dengan menyamar sebagai dukun pengganda uang dan dukun pencari jodoh, memanfaatkan kepercayaan Enci yang percaya akan kemampuan supranatural pelaku untuk membantu masalah spiritual.

Tragedi bermula ketika Febri dan Enci sepakat melakukan ritual penggandaan uang dan pencarian jodoh untuk Eka, yang belum menikah di usia 30-an, pada 1 Maret 2025. Namun, ritual yang seharusnya membawa keberuntungan justru berakhir dengan kematian tragis. Kegagalan ritual penggandaan uang memicu kemarahan Enci yang kemudian mencaci pelaku. Febri, yang merasa tersinggung, langsung mengambil besi dari kotak peralatan dan memukul kepala Enci hingga tewas. Setelah memastikan korban meninggal dunia dengan mencekik leher Enci menggunakan tali rafia, ia membersihkan tempat kejadian dan kemudian berencana untuk mengelabui Eka.

Setelah membunuh Enci, Febri masuk ke kamar mandi tempat Eka berada. Dengan kejam, ia kembali memukul kepala Eka dengan besi dan mencekiknya hingga meninggal dunia. Untuk menghilangkan jejak kejahatan, Febri kemudian memindahkan jasad kedua korban ke dalam toren air. Ia bahkan menciptakan skenario palsu terkait gangguan listrik di rumah korban untuk mengelabui Ronny (32), putra Enci sekaligus adik Eka, yang saat itu sedang berada di luar rumah. Febri memanfaatkan ponsel Enci untuk menghubungi Ronny, berpura-pura menjadi Enci dan menyampaikan informasi palsu tersebut. Setelah Ronny pergi, Febri mengambil uang tunai Rp 50 juta milik Enci dan melarikan diri.

Setelah membuang sejumlah barang bukti di berbagai tempat, termasuk pipa besi dan ponsel korban, pelarian Febri berakhir pada Minggu, 9 Maret 2025, saat ia ditangkap di sebuah waduk di Banyumas. Atas perbuatannya, Febri dijerat dengan pasal berlapis: Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, dan/atau Pasal 339 KUHP tentang Pembunuhan yang Disertai Tindak Pidana Lain. Kasus ini menjadi peringatan akan bahaya penipuan dan kejahatan yang terencana, serta pentingnya kewaspadaan terhadap orang asing yang menawarkan bantuan supranatural.

Kronologi Singkat: * 1 Maret 2025: Febri melakukan ritual palsu yang berakhir dengan pembunuhan Enci dan Eka. Jasad korban disembunyikan di toren air. * 1 Maret 2025 sore: Febri mengelabui Ronny dengan informasi palsu tentang gangguan listrik. * 2 Maret 2025: Febri melarikan diri dan membuang barang bukti. * 9 Maret 2025: Febri ditangkap di Banyumas. * 13 Maret 2025:* Kapolres Metro Jakarta Barat menggelar jumpa pers.

Kasus ini menyoroti pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap modus operandi kejahatan yang semakin canggih dan terselubung.