Konflik Lahan di Pantai Labu: Sengketa 11,7 Hektar Kawasan Hutan Lindung dan Klaim Perusahaan Tambak Udang

Konflik Lahan di Pantai Labu: Sengketa 11,7 Hektar Kawasan Hutan Lindung dan Klaim Perusahaan Tambak Udang

Polemik pemagaran lahan seluas 48 hektar oleh PT Tun Sewindu, perusahaan tambak udang di Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang, Sumatera Utara, terus bergulir dan menimbulkan ketegangan antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah. Konflik ini berpusat pada klaim kepemilikan lahan yang sebagian besarnya masuk dalam kawasan hutan lindung.

Berdasarkan investigasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Sumatera Utara, sebanyak 11,7 hektar dari lahan yang diklaim PT Tun Sewindu masuk dalam kawasan hutan lindung. Sisanya, seluas 36,3 hektar, berada di area penggunaan lain (APL) atau lahan di luar kawasan hutan. Temuan ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas LHK Sumut, Yuliani Siregar, kepada Ombudsman Sumut pada Rabu, 12 Maret 2025. Pernyataan ini sekaligus membantah klaim perusahaan yang menyatakan kepemilikan penuh atas lahan seluas 48 hektar tersebut.

Sementara itu, Kepala Seksi Pengendalian Kantor Pertanahan Deli Serdang, Yudi Irwanda, mengungkapkan adanya empat sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan untuk lahan seluas 72.953 meter persegi di sekitar lokasi. Namun, lokasi tersebut berada di area APL, bukan di kawasan hutan lindung. Yudi belum memberikan detail lebih lanjut mengenai dasar penerbitan SHM di kawasan APL tersebut, meninggalkan pertanyaan mengenai tata kelola pertanahan di wilayah tersebut.

Permasalahan ini telah menarik perhatian Ombudsman Sumut yang dipimpin oleh Herdensi. Ombudsman Sumut telah menyepakati kerja sama dengan DPRD Deli Serdang untuk melakukan investigasi lapangan yang melibatkan semua pihak terkait, termasuk PT Tun Sewindu dan masyarakat setempat. Ombudsman berharap agar penyelesaian konflik ini dilakukan melalui jalur hukum dan administrasi yang tepat, untuk mencegah kerusakan ekosistem laut yang lebih luas.

Konflik ini bermula dari aksi pemagaran lahan yang dilakukan PT Tun Sewindu sejak Januari 2025. Aksi ini menimbulkan protes dari masyarakat dan memicu tindakan langsung dari Kepala Dinas LHK Sumut, yang kemudian membongkar pagar tersebut pada Minggu, 23 Februari 2025. Yuliani Siregar menekankan bahwa kawasan hutan merupakan milik negara dan tidak dapat dimiliki perorangan tanpa izin.

Namun, tindakan pembongkaran pagar oleh Yuliani Siregar berbuntut panjang. PT Tun Sewindu melaporkan Kepala Dinas LHK Sumut ke Polda Sumut pada Kamis, 27 Februari 2025, atas tuduhan pembongkaran ilegal. Pihak perusahaan, melalui pengacaranya Junirwan Kurnia, menyatakan bahwa lahan tersebut telah dimiliki kliennya sejak tahun 1982, dibeli dari masyarakat dengan ganti rugi, dan pagar telah terpasang sejak tahun 1988. Meskipun mengakui baru mengetahui pada tahun 2022 bahwa sekitar 12 persen lahan tersebut masuk kawasan hutan lindung, perusahaan tetap mengklaim kepemilikan dan mengajukan permohonan agar lahan tersebut dikeluarkan dari kawasan hutan lindung.

PT Tun Sewindu juga memperlihatkan surat keterangan tanah (SKT) dari Camat sebagai bukti kepemilikan. Konflik ini menyoroti perlunya transparansi dan penegakan hukum yang tegas dalam pengelolaan kawasan hutan lindung, serta pentingnya menyelesaikan sengketa lahan dengan mekanisme yang adil dan transparan untuk menghindari konflik yang lebih besar di masa depan. Kejelasan status lahan dan legalitas kepemilikan menjadi kunci utama dalam menyelesaikan permasalahan ini.

Berikut poin-poin penting dari permasalahan ini:

  • Klaim Lahan: PT Tun Sewindu mengklaim kepemilikan lahan seluas 48 hektar.
  • Kawasan Hutan Lindung: 11,7 hektar lahan tersebut termasuk dalam kawasan hutan lindung.
  • Areal Penggunaan Lain (APL): 36,3 hektar lahan berada di area APL.
  • Sertifikat Hak Milik (SHM): Empat SHM diterbitkan untuk lahan di area APL.
  • Aksi Pembongkaran: Pembongkaran pagar oleh Dinas LHK Sumut memicu laporan polisi.
  • Permohonan Perusahaan: PT Tun Sewindu mengajukan permohonan agar lahan dikeluarkan dari kawasan hutan lindung.
  • Peran Ombudsman: Ombudsman Sumut akan melakukan investigasi bersama DPRD Deli Serdang.