Eks Kapolres Ngada Terancam Sanksi Berat Atas Kasus Pelecehan Seksual Anak

Eks Kapolres Ngada Terancam Sanksi Berat Atas Kasus Pelecehan Seksual Anak

Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman (FWLS), memasuki babak baru. Polri telah menetapkan kasus ini sebagai pelanggaran berat dan tengah mempersiapkan pasal berlapis untuk menjerat mantan perwira menengah tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divpropam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, dalam jumpa pers beberapa waktu lalu. Keputusan untuk menjerat FWLS dengan pasal berlapis ini menandakan keseriusan Polri dalam menangani kasus ini dan tidak akan memberikan toleransi terhadap tindakan yang melanggar hukum, terutama yang melibatkan kejahatan seksual terhadap anak.

Brigjen Agus menjelaskan bahwa proses penyelidikan kasus ini telah berjalan selama tiga minggu, dimulai sejak laporan awal diterima pada 24 Februari hingga 13 Maret. Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri telah bekerja intensif dan mengambil langkah-langkah investigasi sesuai prosedur. Pihaknya menekankan komitmen untuk menegakkan hukum secara adil dan transparan, tanpa pandang bulu, meskipun kasus tersebut melibatkan anggota internal Polri. Penegakan hukum yang tegas ini semakin diperkuat dengan penambahan pasal terkait Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, yang menunjukkan bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada FWLS akan berdampak signifikan pada karir dan status keanggotaannya di kepolisian.

Lebih lanjut, Brigjen Agus menambahkan bahwa kasus ini dikategorikan sebagai pelanggaran berat karena melibatkan anak sebagai korban. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Divpropam Polri dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Proses penegakan hukum akan memastikan bahwa hak-hak korban terlindungi dan keadilan ditegakkan secara maksimal. Tim investigasi tidak hanya fokus pada pengumpulan bukti-bukti yang kuat, tetapi juga memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan mengedepankan prinsip perlindungan anak sebagai prioritas utama. Dengan demikian, penanganan kasus ini bukan hanya sebatas penindakan hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen Polri dalam melindungi anak dari kekerasan dan kejahatan seksual.

Proses hukum yang sedang berjalan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan seksual, serta memberikan rasa aman dan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum menjadi kunci penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap kinerja Polri dalam menangani kasus-kasus serupa di masa mendatang. Polri berkomitmen untuk terus berupaya melindungi anak dan menindak tegas segala bentuk kejahatan seksual terhadap anak, tanpa terkecuali. Keputusan untuk menjerat FWLS dengan pasal berlapis dan potensi pemberhentian sebagai anggota Polri menunjukkan keseriusan Polri dalam menyelesaikan kasus ini dan mencegah terulangnya tindakan serupa.

Langkah-langkah yang telah diambil Divpropam Polri antara lain:

  • Pengumpulan bukti dan keterangan saksi.
  • Proses gelar perkara untuk menentukan pasal yang akan disangkakan.
  • Koordinasi dengan instansi terkait, seperti perlindungan anak.
  • Pemantauan perkembangan kasus secara berkala.
  • Penjaminan atas hak-hak korban.

Kasus ini menjadi pengingat penting akan pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Harapannya, proses hukum ini akan berjalan dengan lancar dan memberikan keadilan bagi korban serta pembelajaran bagi masyarakat luas.