Korban Robot Trading Net89 Desak Komisi III DPR Tuntaskan Kasus Lewat Restorative Justice

Korban Robot Trading Net89 Desak Komisi III DPR Tuntaskan Kasus Lewat Restorative Justice

Para korban dugaan penipuan dan penggelapan investasi bodong robot trading Net89, yang tergabung dalam Perkumpulan Simbiotik Multitalenta Bersatu (Paguyuban SMB), kembali menyuarakan tuntutan mereka kepada Komisi III DPR RI. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada Kamis, 13 Maret 2025, mereka mendesak agar proses hukum yang telah berjalan selama tiga tahun ini segera diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (RJ). Ketidakpastian hukum yang berkepanjangan telah menimbulkan kerugian besar bagi para korban, sehingga mereka memilih jalur RJ sebagai jalan keluar. Perwakilan korban, Oni Asaat, menjelaskan bahwa upaya penyelesaian kasus melalui jalur hukum konvensional telah menemui jalan buntu, dan berbagai upaya komunikasi dengan Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung hingga saat ini belum membuahkan hasil.

Setelah menunggu selama tiga tahun tanpa titik terang, para korban akhirnya mengambil inisiatif menandatangani perjanjian perdamaian di hadapan notaris pada 10 Februari 2025. Perjanjian perdamaian atau akta van dading ini kemudian diajukan kepada Bareskrim dan Kejaksaan Agung, namun sayangnya, permintaan para korban untuk dipertimbangkan melalui jalur RJ tetap diabaikan. Kekecewaan dan ketidakpuasan atas respon penegak hukum tersebut mendorong para korban untuk mencari solusi melalui jalur politik dengan mendatangi Komisi III DPR RI. Keberadaan aset-aset yang disita dari para pelaku juga menjadi sorotan utama para korban. Mereka khawatir, jika proses hukum berlarut-larut tanpa kepastian, maka nilai aset tersebut akan menyusut dan mengurangi potensi pengembalian kerugian kepada korban.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa Komisi III mendesak Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung untuk segera menindaklanjuti permohonan para korban untuk menyelesaikan kasus Net89 melalui restorative justice. Selain itu, Komisi III juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap aset-aset yang telah disita. Komisi III meminta agar aparat penegak hukum memastikan keamanan, mencegah penyusutan nilai, dan memastikan transparansi dalam pengelolaan aset tersebut sebelum dikembalikan kepada para korban secara proporsional. Permintaan ini bertujuan agar proses pengembalian aset kepada korban dilakukan secara adil dan transparan, sehingga korban dapat memperoleh keadilan yang layak.

Langkah Komisi III DPR ini menunjukkan keseriusan lembaga legislatif dalam mengawal kasus ini dan memperjuangkan hak-hak korban. Permintaan agar kepolisian dan kejaksaan merespon permohonan restorative justice menjadi langkah signifikan dalam upaya penyelesaian kasus yang telah berlarut-larut ini. Kasus pelimpahan dua tersangka, Erwin Safiul Ibrahim dan Mitchell Alexandra, anak dari Andreas Andrianto yang masih buron (DPO), ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada 11 Maret 2025, menjadi salah satu perkembangan terbaru dalam kasus ini. Meskipun demikian, proses penyelesaian yang mengarah pada restorative justice tetap menjadi fokus utama para korban dan Komisi III DPR RI.

Kesimpulan: Komisi III DPR RI mendesak penegak hukum untuk segera memproses permohonan restorative justice dari para korban kasus robot trading Net89 dan memastikan transparansi serta keamanan aset yang disita.