Eks Kapolres Ngada Terancam Hukuman Berat: Pasal Berlapis atas Pelecehan Seksual Terhadap Anak dan Pelanggaran UU ITE

Eks Kapolres Ngada Terancam Hukuman Berat: Pasal Berlapis atas Pelecehan Seksual Terhadap Anak dan Pelanggaran UU ITE

Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, memasuki babak baru. Pihak kepolisian memastikan bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada Fajar akan diperberat, mengingat keterlibatan anak di bawah umur dalam kasus ini. Pengajuan pasal berlapis menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menindak tegas pelaku kejahatan seksual, khususnya yang melibatkan anak sebagai korban. Hal ini juga menjadi bukti komitmen pemerintah dalam melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi dan kekerasan seksual.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, dalam konferensi pers pada Kamis, 13 Maret 2025, merinci pasal-pasal yang dikenakan kepada Fajar. Ia dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, khususnya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat (1) huruf a dan b, serta Pasal 15 ayat (1) huruf e, g, c, dan i. Pasal 6 huruf C sendiri, yang mengatur tentang penyalahgunaan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa untuk memaksa atau menyesatkan korban melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul, mengancam Fajar dengan hukuman penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda Rp300.000.000,00.

Lebih lanjut, Fajar juga dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yaitu Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU ITE, juncto Pasal 55 dan 56 KUHAP. Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dirtipidsiber Bareskrim), Brigjen Himawan Bayu Aji, menjelaskan bahwa Fajar dijerat UU ITE karena turut serta dalam transmisi video asusila yang melibatkan anak. Hal ini semakin memperkuat dugaan eksploitasi seksual terhadap anak, yang menjadi faktor pemberat hukuman.

Brigjen Himawan menegaskan bahwa hukuman bagi Fajar akan diperberat setidaknya sepertiga dari pidana pokok, karena kasus ini terkait dengan kesusilaan dan eksploitasi seksual terhadap anak. Pemberatan hukuman ini menunjukkan bahwa aparat penegak hukum tidak mentolerir kejahatan yang melibatkan anak dan mengedepankan perlindungan anak sebagai prioritas utama. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan bagi korban dan memberikan efek jera bagi pelaku.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian terhadap perlindungan anak. Peran serta semua pihak, termasuk keluarga, masyarakat, dan pemerintah, sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual.

Berikut rincian pasal yang dikenakan kepada Fajar:

  • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual: Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 15 ayat (1) huruf e, g, c, dan i.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang ITE: Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1), juncto Pasal 55 dan 56 KUHAP.

Kasus ini diharapkan dapat menjadi preseden bagi kasus-kasus serupa dan menjadi bukti komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum yang maksimal bagi korban kekerasan seksual, terutama anak.