Transparansi dan Akuntabilitas: Kompolnas Awasi Penanganan Kasus Eks Kapolres Ngada
Transparansi dan Akuntabilitas: Kompolnas Awasi Penanganan Kasus Eks Kapolres Ngada
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) secara aktif mengawasi proses hukum terhadap mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang tengah menghadapi tuduhan serius terkait kasus narkoba dan tindak pidana asusila. Kompolnas menekankan pentingnya penegakan hukum yang transparan dan akuntabel dalam kasus ini, memastikan setiap tahapan proses berjalan sesuai aturan dan prosedur yang berlaku. Pengawasan eksternal yang dilakukan Kompolnas ini dimulai sejak tahap awal penyelidikan, sesuai dengan mandat dan tanggung jawab lembaga tersebut.
Komisioner Kompolnas, Ida Oetari Poernamasasi, dalam jumpa pers di Mabes Polri pada Kamis, 13 Maret 2025, menegaskan komitmen Kompolnas untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan sesuai ketentuan. "Kami memastikan penanganan kasus ini dilakukan dengan benar dan prosedural," ujar Ida. Lebih lanjut, Kompolnas mendorong percepatan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dan proses hukum pidana terhadap AKBP Fajar. Kehadiran Kompolnas di sidang KKEP pekan depan juga menegaskan komitmen pengawasan dan transparansi yang dijalankan lembaga ini. Kompolnas berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, memastikan keadilan ditegakkan dan pertanggungjawaban hukum dijalankan sepenuhnya.
Penanganan Kasus yang Cepat dan Teliti
AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri. Penangkapan yang dilakukan pada Kamis, 20 Februari 2025 oleh Paminal Polda NTT dengan dukungan Divisi Propam Mabes Polri, menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini. Proses penyelidikan yang melibatkan pengamanan khusus (patsus) sejak 24 Februari hingga 13 Maret menunjukkan komitmen untuk melakukan investigasi secara teliti dan hati-hati, terutama mengingat keterlibatan korban anak di bawah umur dalam kasus asusila ini.
Kepala Biro Wabprof Divpropam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, menjelaskan bahwa kecepatan penanganan kasus ini tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian. Proses penahanan dan penyidikan dilakukan secara profesional untuk memastikan terungkapnya seluruh fakta dan pengungkapan semua pihak yang terlibat. Proses yang transparan dan akuntabel diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi para korban dan masyarakat luas.
Sanksi Berat dan Pasal yang Dilanggar
AKBP Fajar dijerat sejumlah pasal pelanggaran berat kode etik profesi Polri, yang berpotensi berujung pada pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Beberapa pasal yang dilanggar meliputi:
- Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri
- Pasal 8 huruf C angka 1, 2, dan 3 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri
- Pasal 13 huruf D, E, F, dan G angka 5 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022
Selain pelanggaran kode etik, AKBP Fajar juga dijerat pasal pidana terkait tindak pidana kekerasan seksual dan pelanggaran Undang-Undang ITE. Pasal-pasal pidana yang dikenakan meliputi:
- Pasal 6 huruf C dan Pasal 12 dan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
- Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, C dan I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
- Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP
Kasus ini menjadi bukti komitmen Polri dalam menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran hukum dan kode etik, dan menunjukkan pentingnya pengawasan eksternal dalam menjaga integritas dan profesionalitas Korps Bhayangkara.