Sidang Suap Hakim Surabaya: Perbedaan Versi Ancaman Terhadap Pengacara Ronald Tannur

Sidang Suap Hakim Surabaya: Perbedaan Versi Ancaman Terhadap Pengacara Ronald Tannur

Persidangan kasus dugaan suap terhadap tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Mangapul, Erintuah Damanik, dan Heru Hanindyo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (4/3/2025), menyoroti perbedaan keterangan yang signifikan terkait dugaan intimidasi terhadap pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Perbedaan tersebut muncul antara kesaksian Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Max Jefferson Mokola, dan keterangan Lisa Rachmat sendiri.

Max Mokola, yang hadir sebagai saksi verbalisan, membantah keras tuduhan telah mengancam dan menekan Lisa Rachmat selama proses pemeriksaan. Ia menegaskan bahwa pemeriksaan dilakukan di ruangan terbuka, yang memungkinkan pengawasan oleh rekan kerjanya. "Kalau di Kejaksaan Agung, saya saja dan saya juga yang memeriksa dengan Bu Lisa dan saya tidak pernah menyampaikan seperti itu," tegas Max saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait dugaan penyetrum yang disebutkan Lisa. Ia menekankan bahwa ruangan pemeriksaan memiliki pintu terbuka, sehingga memungkinkan pengawasan dari koleganya. Penjelasan ini kontras dengan pernyataan Lisa yang tetap bersikeras atas pernyataannya sebelumnya.

Di sisi lain, Lisa Rachmat dengan tegas mempertahankan keterangannya bahwa ia mengalami ancaman dan tekanan selama proses pemeriksaan. Ia menyatakan bahwa Penyidik Max Mokola telah mengancamnya dengan penyentrum listrik. "Dilistrik saja, dilistrik saja, namanya saya perempuan, dikerumuni beberapa penyidik di situ, Pak Max mengatakan dilistrik saja," ungkap Lisa kepada majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso. Reaksi Lisa yang tampak kesal terhadap Max setelah memberikan kesaksian juga menjadi sorotan dalam persidangan. Meskipun Max berusaha menenangkan Lisa dengan isyarat tangan, perbedaan versi antara kedua pihak tetap mencolok.

Konflik kesaksian ini bermula dari keterangan Lisa dalam persidangan sebelumnya pada Selasa (25/2/2025), di mana ia mengaku ditekan untuk mengakui pemberian uang sebesar Rp 150.000 dollar Singapura kepada hakim Erintuah Damanik. Lisa membantah keras keterangan tersebut, memicu reaksi dari hakim yang menekankan agar JPU tidak memaksakan keterangan saksi. Atas permintaan hakim dan pertimbangan adanya dugaan tekanan terhadap saksi, JPU kemudian sepakat untuk menghadirkan penyidik yang menangani kasus tersebut sebagai saksi dalam persidangan lanjutan.

Perbedaan versi antara penyidik dan pengacara ini menimbulkan pertanyaan tentang kredibilitas keterangan masing-masing pihak dan akan menjadi poin penting yang dipertimbangkan majelis hakim dalam proses pengambilan keputusan. Persidangan ini menjadi sorotan publik, mengingat sensitivitas kasus dugaan suap yang melibatkan hakim dan potensi intimidasi terhadap saksi yang dapat menghambat proses penegakan hukum yang adil. Langkah selanjutnya dari majelis hakim dalam menelaah bukti dan keterangan saksi akan menentukan kelanjutan proses persidangan ini. Publik menantikan kejelasan atas dugaan intimidasi ini dan proses pengadilan yang objektif dan transparan.

Kronologi Singkat:

  • Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur, mengatakan mengalami intimidasi dan ancaman setrum listrik dari penyidik selama pemeriksaan.
  • Penyidik Max Jefferson Mokola membantah keras tuduhan tersebut.
  • Perbedaan keterangan ini menjadi perdebatan utama dalam persidangan.
  • Hakim meminta agar JPU menghadirkan saksi verbalisan untuk mengklarifikasi situasi.
  • Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan hukum yang adil dan bebas dari intimidasi.