Proyek Kilang Minyak Baru: Potensi Hemat Rp 147 Triliun dan Dorongan Pertumbuhan Industri Petrokimia Nasional

Proyek Kilang Minyak Baru: Potensi Hemat Rp 147 Triliun dan Dorongan Pertumbuhan Industri Petrokimia Nasional

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan dukungan penuh terhadap rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membangun sejumlah kilang minyak baru dengan kapasitas total mencapai 1 juta barel per hari. Langkah strategis ini diyakini akan menjadi pendorong utama ketahanan energi dan industri nasional, khususnya sektor petrokimia yang berperan krusial dalam penyediaan bahan baku bagi berbagai sektor industri lainnya. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menekankan pentingnya peran industri petrokimia dalam perekonomian Indonesia dan bagaimana proyek kilang minyak ini akan memberikan dampak positif yang signifikan.

Agus menjelaskan bahwa pembangunan kilang-kilang baru ini akan secara signifikan meningkatkan produksi nafta, bahan baku utama bagi berbagai industri. Nafta, yang disebut sebagai "mother of petrochemical", merupakan kunci dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor. Proyek ini diproyeksikan mampu menghasilkan penghematan mencapai US$ 9 miliar atau setara dengan Rp 147 triliun per tahun (dengan kurs Rp 16.400), yang berasal dari pengurangan impor nafta dan produk petrokimia. Selain itu, proyek ini juga akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan produksi nasional, mendukung kemandirian Indonesia dalam penyediaan bahan baku farmasi.

Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa kolaborasi antar kementerian, termasuk Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi, akan menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Pembangunan kilang-kilang baru ini akan didistribusikan di beberapa wilayah Indonesia untuk memastikan pemerataan manfaat dan pembangunan ekonomi. Proyek ini sejalan dengan visi pemerintah untuk mempercepat program hilirisasi dan dianggap sebagai game changer dalam mendorong pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia.

Saat ini, Indonesia hanya memiliki enam kilang minyak dengan kapasitas produksi nafta terbatas, yaitu 7,1 juta ton per tahun, sementara kebutuhan nasional mencapai 9,2 juta ton per tahun. Defisit ini memaksa Indonesia untuk mengimpor 2,1 juta ton nafta setiap tahunnya. Situasi ini diperparah dengan adanya beberapa proyek petrokimia besar yang akan segera beroperasi dan membutuhkan sekitar 8 juta ton nafta per tahun. Menanggapi hal ini, Kemenperin telah mengajukan usulan pembangunan kilang minyak baru di Tuban, Jawa Timur, mengingat keberadaan PT TPPI yang telah beroperasi di wilayah tersebut.

PT TPPI, yang memiliki dua mode produksi (petrokimia dan bahan bakar), direncanakan untuk menjadi kompleks petrokimia terintegrasi. Namun, fasilitas untuk mengolah nafta menjadi olefin masih belum tersedia. Oleh karena itu, pembangunan olefin center yang berbahan baku nafta di Tuban sangat diperlukan untuk mencapai integrasi penuh dan memanfaatkan potensi industri di Tuban yang meliputi sektor semen, petrokimia, minyak dan gas, serta industri maritim. Rencana ini selaras dengan pengembangan proyek GRR oleh PT Pertamina, yang bertujuan untuk membangun pabrik terintegrasi yang mampu mengolah crude oil menjadi BBM dan produk petrokimia bernilai tambah tinggi.

Berikut poin-poin penting dari rencana pembangunan kilang minyak:

  • Penghematan potensial Rp 147 triliun per tahun dari pengurangan impor.
  • Peningkatan produksi nafta untuk memenuhi kebutuhan industri petrokimia.
  • Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan produksi nasional.
  • Dukungan terhadap program hilirisasi pemerintah.
  • Integrasi industri petrokimia di Tuban dengan keberadaan PT TPPI.
  • Kolaborasi antar kementerian untuk memastikan keberhasilan proyek.
  • Peningkatan ketahanan energi dan industri nasional.

Proyek ini diharapkan tidak hanya memberikan dampak ekonomi yang signifikan, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam industri petrokimia global dan mendukung ketahanan ekonomi nasional jangka panjang.