Mencari Arah Hidup: Refleksi Ramadan dan Hikmah Ayat Takwir
Mencari Arah Hidup: Refleksi Ramadan dan Hikmah Ayat Takwir
Di tengah hiruk pikuk kehidupan duniawi, pertanyaan fundamental tentang tujuan hidup seringkali terlupakan. Kita terlena oleh ambisi materi, jabatan, atau popularitas, hingga melupakan hakikat keberadaan kita sebagai hamba Allah SWT. Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar MA, dalam sebuah ceramah di detikKultum, Kamis (13 Maret 2025), memberikan pencerahan melalui tafsir ayat suci Al-Qur'an, khususnya Surat At-Takwir ayat 26: "Maka ke manakah kalian akan pergi?" (Fa aina tażhabūn(a)).
Ayat tersebut, menurut Prof. Nasaruddin Umar, bukanlah sekadar pertanyaan retoris, melainkan panggilan untuk merenungkan visi hidup kita. Ia mengajak kita untuk mempertanyakan arah perjalanan hidup, apakah hanya mengejar kesenangan duniawi yang fana, ataukah telah memahami tujuan penciptaan manusia sebagaimana termaktub dalam Surat Az-Zariyat ayat 56: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (Wa mā khalaqtul-jinna wal-insa illā liya'budūn(i)). Prof. Nasaruddin Umar menekankan bahwa kehidupan bukan sekadar rutinitas tanpa arah, melainkan perjalanan yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, memiliki visi hidup yang jelas dan terarah menjadi sangat krusial untuk menghindari kesesatan.
Lebih lanjut, beliau menghubungkan pertanyaan fundamental ini dengan realita kematian yang tak terhindarkan. Setiap individu akan menghadapi kematian, alam kubur, pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, serta pertanggungjawaban di akhirat. Dengan demikian, persiapan untuk kehidupan akhirat menjadi amat penting. Prof. Nasaruddin Umar mengutip Surat Az-Zariyat ayat 50: "Maka, (katakanlah kepada mereka, wahai Nabi Muhammad,) "Bersegeralah kembali (taat) kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan yang jelas dari-Nya untukmu." (Fa firrū ilallāh(i), innī lakum minhu nażīrum mubīn(un)), sebagai ajakan untuk segera bertaubat dan kembali kepada jalan Allah SWT sebelum ajal menjemput.
Momentum Ramadan, menurut beliau, merupakan waktu yang ideal untuk melakukan introspeksi diri. Bulan suci ini bukan sekadar menjalankan ibadah puasa, melainkan juga kesempatan untuk mengevaluasi perjalanan hidup, memperkuat hubungan dengan Allah SWT, dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat. Pertanyaan-pertanyaan penting perlu direnungkan: Apakah kita telah menjalani hidup dengan visi yang jelas? Apakah kita telah mempersiapkan diri untuk menghadapi alam kubur dan hari kiamat? Apakah kita siap menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir? Mampukah kita melewati jembatan Shiratal Mustaqim? Ramadan, menurut Prof. Nasaruddin Umar, menjadi titik balik untuk kembali kepada Allah SWT, memperbaiki amal, dan menetapkan visi hidup yang benar, baik untuk kehidupan duniawi maupun akhirat.
Kesimpulannya, ceramah Prof. Nasaruddin Umar mengajak kita untuk merenungkan makna hidup yang sebenarnya, menetapkan visi hidup yang terarah, dan mempersiapkan diri menghadapi kehidupan setelah kematian. Ramadan menjadi momentum yang tepat untuk melakukan perubahan positif dan kembali kepada jalan Allah SWT, semoga kita semua mendapatkan hidayah untuk menjalani hidup dengan penuh makna dan tujuan yang jelas.