Tradisi Jawa Menandai Kepindahan Bupati Banyumas ke Rumah Dinas

Tradisi Jawa Menandai Kepindahan Bupati Banyumas ke Rumah Dinas

Prosesi perpindahan Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, dari kediaman pribadinya ke rumah dinas pada Kamis (13/3/2025) sore, bukan sekadar kegiatan pindah rumah biasa. Acara tersebut diwarnai dengan ritual adat Jawa yang sarat makna dan simbolisme, sebuah tradisi yang semakin langka di tengah modernisasi kehidupan masyarakat. Kepindahan yang diiringi upacara adat ini menjadi sorotan, bukan hanya karena keunikannya, tetapi juga karena pesan filosofis yang terkandung di dalamnya.

Rombongan Bupati berangkat dari kediamannya di Jalan S. Parman menuju rumah dinas di Jalan Kabupaten Nomor 1, Purwokerto. Namun, bukan dengan kendaraan pribadi, perjalanan menuju kompleks Pendapa Bupati ini dilanjutkan dengan berjalan kaki. Dalam prosesi yang disebut boyongan ini, setiap anggota keluarga Bupati membawa perlengkapan rumah tangga yang memiliki arti simbolis. Bupati Sadewo sendiri membawa lampu sentir, simbol penerangan dan bimbingan dalam memimpin, sementara sang istri, Nuraeni Sadewo, membawa beras, simbol kesejahteraan rakyat. Anak-anak dan anggota keluarga lainnya membawa berbagai perlengkapan rumah tangga lainnya, seperti tikar, bantal, guling, kendi berisi air bunga, dan jajanan pasar, semuanya melambangkan berbagai aspek kehidupan yang diharapkan akan berjalan harmonis dan sejahtera.

Setelah tiba di rumah dinas, prosesi berlanjut dengan penataan rumah. Bupati dan istri meletakkan bantal dan guling di ranjang utama, menggelar tikar, dan menempatkan beras di dapur. Tindakan-tindakan ini bukan sekadar kegiatan rumah tangga biasa, melainkan bagian integral dari ritual yang memiliki makna mendalam. Sebagai penutup, Bupati dan istri melakukan pembersihan halaman pendapa dan memecahkan kendi berisi air, simbol pembersihan rintangan dan harapan akan kemakmuran bagi masyarakat Banyumas.

Dalam wawancara dengan wartawan, Bupati Sadewo menjelaskan alasan pemilihan upacara adat Jawa dalam prosesi boyongan ini. Ia menekankan bahwa pemilihan tradisi ini bukan sekadar seremoni, melainkan wujud penghormatan terhadap budaya Jawa dan permohonan doa restu agar dapat menjalankan tugasnya dengan lancar dan membawa kebaikan bagi masyarakat. “Proses menyapu halaman melambangkan pembersihan rintangan dalam menjalankan tugas pemerintahan,” jelas Bupati. “Sedangkan memecah kendi yang berisi air, dilambangkan sebagai sumber kehidupan yang akan menjadi sumber kemakmuran untuk masyarakat Banyumas.”

Lebih lanjut, Bupati Sadewo juga menambahkan bahwa kepindahannya ke rumah dinas akan mempermudah koordinasi dengan jajaran pemerintahan dan memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada masyarakat. Dengan berada di kompleks Kantor Bupati, aksesibilitas dan efisiensi dalam menjalankan tugas pemerintahan diharapkan akan meningkat signifikan. Kepindahan ini bukan hanya menandai perubahan tempat tinggal, tetapi juga menandai komitmen Bupati untuk melayani masyarakat Banyumas dengan lebih baik.

Secara simbolis, prosesi boyongan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya lokal di tengah dinamika kehidupan modern. Upacara ini menjadi bukti nyata bagaimana tradisi dapat diintegrasikan dengan kehidupan pemerintahan modern, memberikan nuansa yang unik dan bermakna dalam transisi kepemimpinan di Kabupaten Banyumas.