Kontroversi Gaun Kim Kardashian di After Party Oscars 2025: Kritik Pedas dan Perdebatan Gaya

Kontroversi Gaun Kim Kardashian di After Party Oscars 2025: Kritik Pedas dan Perdebatan Gaya

Penampilan Kim Kardashian di pesta Oscars 2025 yang diselenggarakan Vanity Fair telah memicu perdebatan sengit di dunia maya. Pilihan busana bintang reality show tersebut, sebuah gaun putih rancangan Balenciaga, jauh dari sambutan meriah dan justru menuai kritik pedas dari berbagai kalangan. Gaun tersebut, yang terinspirasi dari siluet gaun pengantin klasik, menampilkan korset ketat yang melebar ke rok bervolume. Namun, materialnya lah yang menjadi pusat perhatian dan kontroversi.

Dibuat dari Tyvek, material lembaran tahan air yang menyerupai kertas, gaun tersebut memiliki tekstur berkerut yang cukup mencolok. Tekstur inilah yang menjadi sasaran kritik netizen. Banyak yang membandingkan penampilan gaun tersebut dengan berbagai benda rumah tangga, seperti seprai kusut, tisu toilet, bahkan kantong sampah. Kurangnya aksesori dan riasan minimalis yang diusung Kim Kardashian pun tak mampu menyelamatkan penampilannya dari cibiran. Rambutnya yang ditata updo dan makeup bernuansa nude justru semakin memperlihatkan tekstur unik dan – bagi sebagian orang – kurang sedap dipandang dari gaun tersebut.

"Tisu toilet dan tanning yang buruk," tulis seorang pengguna Instagram, menggambarkan sentimen umum yang beredar di media sosial. Komentar lain menggambarkan gaun tersebut sebagai "kertas kusut," "seprai yang tidak bisa dilipat," dan bahkan "gumpalan tisu." Kontroversi tak hanya berhenti pada gaunnya. Warna kulit Kim Kardashian yang tampak lebih gelap dari biasanya juga menjadi sorotan dan menuai pertanyaan. Beberapa netizen mempertanyakan perubahan warna kulitnya, dengan komentar seperti, "Kenapa kulitnya jadi oranye?"

Perancang busana Balenciaga belum memberikan tanggapan resmi terkait kontroversi ini. Namun, insiden ini sekali lagi menempatkan Kim Kardashian di pusat perhatian, bukan hanya karena pengaruhnya di industri hiburan, tetapi juga karena kemampuannya untuk memicu perdebatan dan pembahasan luas mengenai standar kecantikan dan pilihan busana di ranah publik. Peristiwa ini juga memicu pertanyaan tentang batas kreativitas dalam desain busana dan bagaimana persepsi publik dapat secara drastis berbeda terhadap suatu karya seni.

Insiden ini menunjukkan betapa sensitifnya opini publik terhadap pilihan penampilan figur publik. Penggunaan material tak konvensional seperti Tyvek, meskipun mungkin bermaksud inovatif, berpotensi menimbulkan kontroversi jika tidak dieksekusi dengan tepat. Peristiwa ini juga menggarisbawahi pentingnya pertimbangan yang matang dalam memilih busana, terutama bagi figur publik yang selalu berada di bawah sorotan media dan publik.

Reaksi beragam ini menunjukkan kompleksitas penilaian estetika dan bagaimana interpretasi suatu penampilan dapat sangat subjektif. Apa yang dianggap inovatif dan berani oleh sebagian orang, dapat dianggap aneh dan tidak menarik oleh yang lain. Perdebatan ini tentunya akan terus berlanjut, dan peristiwa ini akan menjadi studi kasus menarik tentang pengaruh media sosial dan opini publik terhadap dunia fesyen.