Remaja Difabel Pembakar Tiga Gerbong KA di Stasiun Tugu Jogja: Motif Sakit Hati Akibat Pengalaman Naik Kereta Tanpa Tiket

Remaja Difabel Diduga Bakar Tiga Gerbong KA di Stasiun Tugu Jogja

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) berhasil meringkus pelaku pembakaran tiga gerbong kereta api di Stasiun Tugu Yogyakarta. Pelaku, seorang remaja berusia 17 tahun berinisial M asal Jakarta, terungkap memiliki disabilitas sensorik dan kesulitan berkomunikasi secara verbal. Penangkapan M dilakukan tak lama setelah insiden yang menghanguskan dua gerbong eksekutif dan satu gerbong premium tersebut terjadi di sekitar kawasan Malioboro. Identifikasi pelaku dilakukan berkat rekaman CCTV dan didukung oleh hasil penyelidikan forensik yang memperkuat kesaksian petugas keamanan stasiun.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Kombes Pol. FX Endriadi, menjelaskan bahwa proses interogasi terhadap M membutuhkan bantuan juru bahasa isyarat. Melalui proses ini, terungkap motif di balik aksi pembakaran tersebut. M mengaku sakit hati kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) karena kerap diturunkan dari kereta api akibat tidak memiliki tiket. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, M diketahui telah sembilan kali naik kereta tanpa tiket sejak tahun 2023, sehingga berulang kali diturunkan di stasiun-stasiun berikutnya.

"Berdasarkan keterangan yang kami peroleh dengan bantuan juru bahasa isyarat, yang bersangkutan merasa sakit hati karena sering diturunkan dari kereta api karena tidak memiliki tiket," ungkap Kombes Pol. FX Endriadi dalam konferensi pers. Ia menambahkan bahwa sejumlah kepala stasiun telah memberikan kesaksian yang konsisten terkait kejadian berulang ini. Kejadian tersebut menjadi latar belakang emosi M hingga memicu aksi pembakaran yang merugikan KAI secara signifikan.

Setelah penangkapan, M langsung diamankan oleh pihak kepolisian. Untuk menggali lebih dalam kondisi psikologis pelaku dan memastikan kondisi kejiwaannya, pihak kepolisian berencana melakukan pemeriksaan kejiwaan secara menyeluruh. Rencananya, M akan menjalani observasi selama dua minggu oleh ahli kejiwaan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai kondisi mentalnya.

Atas perbuatannya, M dijerat dengan beberapa pasal, diantaranya Pasal 180 junto Pasal 197 ayat (1) UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, atau Pasal 187 KUHP, atau Pasal 188 KUHP, atau Pasal 406 KUHP. Polisi masih terus mendalami kasus ini untuk memastikan tidak ada aktor lain yang terlibat dalam insiden tersebut. Pihak kepolisian juga akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memberikan pendampingan hukum kepada tersangka mengingat kondisinya sebagai penyandang disabilitas.

Kasus ini menyoroti pentingnya empati dan penanganan yang tepat bagi penyandang disabilitas, khususnya dalam konteks pelayanan publik. Peristiwa ini juga menjadi pengingat bagi KAI untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan pelayanan bagi para penumpang, terutama dalam menangani kasus penumpang yang kedapatan tidak memiliki tiket.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dari kasus ini:

  • Pelaku merupakan remaja berusia 17 tahun dengan disabilitas sensorik.
  • Motif pembakaran didasari rasa sakit hati akibat berulang kali diturunkan dari kereta api karena tidak memiliki tiket.
  • Pelaku telah melakukan tindakan tersebut sebanyak sembilan kali sejak tahun 2023.
  • Polisi menggunakan juru bahasa isyarat selama proses interogasi.
  • Pelaku akan menjalani pemeriksaan kejiwaan selama dua minggu.
  • Pelaku dijerat dengan beberapa pasal terkait perusakan dan tindakan kriminal.

Kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih peduli dan memahami kebutuhan serta hak-hak penyandang disabilitas, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik agar kejadian serupa tidak terulang kembali.