Korupsi Iklan Bank BJB: Mantan Dirut Yuddy Renaldi dan Lima Tersangka Lainnya Ditetapkan KPK

Korupsi Iklan Bank BJB: Mantan Dirut dan Lima Tersangka Lain Ditetapkan KPK

Kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) memasuki babak baru dengan penetapan lima tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, menjadi salah satu tersangka yang ditetapkan pada Kamis, 13 Maret 2025. Penetapan tersangka ini menyusul pengunduran diri Yuddy dari jabatannya pada 4 Maret 2025, yang diumumkan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan alasan pribadi, bertepatan dengan mencuatnya kasus korupsi di Bank BJB ke publik. Selain Yuddy, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya, termasuk pejabat internal Bank BJB dan sejumlah pihak swasta yang diduga terlibat dalam skema korupsi tersebut.

Selain Yuddy Renaldi, tersangka lainnya adalah Widi Hartoto, Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB. Tiga tersangka lainnya berasal dari kalangan swasta yang bertindak sebagai pengendali beberapa agensi periklanan, yakni: Kin Asikin Dulmanan (agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri), Suhendrik (agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres), dan Raden Sophan Jaya Kusuma (PT Cipta Karya Sukses Bersama dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama). Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menyatakan bahwa KPK telah menerbitkan lima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) untuk kelima tersangka tersebut. Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 222 miliar.

Kronologi dan Mekanisme Korupsi

Berdasarkan konstruksi perkara yang diungkapkan KPK, kerugian negara sebesar Rp 222 miliar berasal dari selisih antara dana yang diterima enam agensi periklanan dari Bank BJB dengan jumlah yang dibayarkan agensi tersebut kepada media. Selama periode 2021-2023, Bank BJB mengalokasikan Rp 409 miliar untuk belanja iklan di media TV, cetak, dan online melalui kerja sama dengan enam agensi: PT CKSB (Rp 105 miliar), PT CKMB (Rp 41 miliar), PT Antedja Muliatama (Rp 99 miliar), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (Rp 81 miliar), PT WSBE (Rp 49 miliar), dan PT BSC Advertising (Rp 33 miliar). KPK menemukan indikasi pelanggaran dalam proses pengadaan iklan, di antaranya penunjukan agensi yang tidak sesuai ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa, serta penyusunan dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak mencerminkan nilai pekerjaan riil.

Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto diduga berperan sebagai aktor utama dalam skandal ini. Keduanya diduga terlibat dalam perbuatan melawan hukum, meliputi pengaturan proses pengadaan jasa agensi untuk memfasilitasi praktik kickback, pemberian perintah kepada pengguna barang untuk bersepakat dengan rekanan, serta pengaturan proses pemilihan agar memenangkan rekanan tertentu. Mereka juga diduga mengetahui dan menyetujui penggunaan dana non-budgeter Bank BJB senilai Rp 222 miliar. Lebih lanjut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga melanggar ketentuan dengan menyusun HPS berupa fee agensi, tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia, dan melakukan penilaian tambahan setelah penawaran (post bidding). KPK memperkirakan dari Rp 409 miliar yang dianggarkan, hanya sekitar Rp 100 miliar yang dialokasikan sesuai riil pekerjaan, sementara sisanya diduga merupakan dana fiktif.

Penggeledahan dan Penyitaan

Selama tiga hari terakhir, KPK telah menggeledah 12 lokasi terkait kasus ini, termasuk rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan kantor pusat Bank BJB. Dari penggeledahan tersebut, KPK berhasil menyita aset yang signifikan, meliputi deposito senilai Rp 70 miliar, sejumlah kendaraan bermotor, serta aset tanah dan bangunan. Budi Sokmo menyatakan bahwa mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi terkait barang bukti yang disita dari rumahnya.

Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Meskipun saat ini belum dilakukan penahanan, kelima tersangka dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan.