Pemecatan dan Penahanan Eks Kapolres Ngada: Kasus Narkoba, Asusila, dan Eksploitasi Seksual Anak

Pemecatan dan Penahanan Eks Kapolres Ngada: Kasus Narkoba, Asusila, dan Eksploitasi Seksual Anak

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah mengambil tindakan tegas terhadap AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur. Fajar dicopot dari jabatannya dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang melibatkan penyalahgunaan narkoba, tindakan asusila, dan yang paling menghebohkan, eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur. Penanganan kasus ini menunjukan komitmen Polri dalam memberantas kejahatan, khususnya yang menyasar kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan.

Proses hukum terhadap Fajar berjalan cepat dan transparan. Penangkapannya dilakukan pada 20 Februari 2025 oleh Paminal Polda NTT dengan asistensi Divisi Propam Mabes Polri. Sejak saat itu, ia ditahan di Bareskrim Polri untuk menjalani proses penyelidikan dan penyidikan. Bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan Fajar terlibat dalam berbagai pelanggaran hukum yang serius, termasuk pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur (berusia 6, 13, dan 16 tahun) dan seorang dewasa (20 tahun), serta penyalahgunaan narkoba. Selain itu, ia juga diduga merekam, menyimpan, dan menyebarluaskan video-video pelecehan seksual tersebut.

Pelanggaran Etik dan Pidana:

Proses hukum yang dihadapi Fajar meliputi dua aspek utama: pelanggaran etik profesi dan tindak pidana. Terkait pelanggaran etik, Divisi Propam Polri akan menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada 17 Maret 2025. Pasal-pasal yang dilanggar meliputi beberapa poin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Surat Telegram Kapolri Nomor ST/489/III/KEP/2025 tanggal 12 Maret 2025 telah resmi memutasikan Fajar sebagai Perwira Menengah (Pamen) Yanma Polri.

Dalam aspek pidana, Fajar dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, termasuk pasal-pasal yang memperberat hukuman karena melibatkan eksploitasi seksual anak. Brigjen Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim, telah memastikan adanya pemberatan hukuman sepertiga dari pidana pokok karena kejahatan yang dilakukan Fajar termasuk dalam kategori kesusilaan dan eksploitasi seksual terhadap anak. Kasus ini awalnya ditangani Ditreskrimum Polda NTT dengan asistensi Direktorat PPA-PPO Bareskrim Polri dan Divpropam Polri.

Proses Investigasi dan Kesaksian:

Sebanyak 16 saksi telah diperiksa dalam kasus ini, termasuk ketiga korban anak, empat manajer hotel, dua personel Polda NTT, tiga ahli, dan seorang ibu korban. Hasil penyelidikan menunjukkan adanya motif dibalik tindakan Fajar yang masih dalam proses pengungkapan lebih lanjut oleh pihak kepolisian yang bekerjasama dengan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor). Polri juga sedang mendalami dugaan Fajar menjual konten asusila yang dibuatnya melalui sebuah situs.

Kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan Fajar terungkap melalui laporan Divhubinter Polri terkait kasus asusila. Tes urine, darah, dan rambut Fajar menunjukkan hasil positif mengandung amfetamin dan metamfetamin. Penemuan ini menjadi titik awal penyelidikan lebih lanjut yang akhirnya mengungkap kejahatan yang jauh lebih besar dan kompleks. Jabatan Kapolres Ngada kini telah diisi oleh AKBP Andrey Valentino, yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Nagakeo.

Komitmen Polri:

Irjen Pol. Abdul Karim, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, menegaskan komitmen Polri dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Setiap oknum yang terlibat dalam pelanggaran hukum, terutama yang menyangkut kejahatan terhadap anak dan perempuan, akan diproses secara transparan dan bertanggung jawab. Kasus Fajar merupakan bukti nyata komitmen tersebut dalam menjaga citra baik institusi kepolisian.