Gugatan PT Timah ke MK: Upaya Perbaikan UU Tipikor Demi Pemulihan Kerugian Negara

Gugatan PT Timah ke MK: Upaya Perbaikan UU Tipikor Demi Pemulihan Kerugian Negara

PT Timah, perusahaan pertambangan nasional, mengajukan gugatan uji materiil terhadap Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Gugatan ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 Maret 2025, dengan tujuan untuk merevisi ketentuan mengenai pembayaran uang pengganti dalam kasus korupsi. Perusahaan berargumen bahwa pasal tersebut dinilai tidak relevan dan menghambat upaya pemulihan kerugian negara yang sebenarnya.

Pasal yang digugat mengatur bahwa pembayaran uang pengganti bagi terpidana korupsi dibatasi maksimal sebesar harta benda yang diperoleh dari tindak pidana. PT Timah berpendapat, batasan ini tidak cukup untuk menutupi kerugian negara yang jauh lebih besar, yang bahkan bisa mencapai ratusan triliun rupiah seperti dalam kasus Harvey Moeis dan sembilan terdakwa lainnya terkait kasus timah ilegal. Dalam kasus tersebut, meskipun kerugian negara ditaksir mencapai Rp 300 triliun, termasuk Rp 271 triliun atas kerusakan lingkungan, putusan banding hanya membebankan uang pengganti sebesar Rp 25,4 triliun. Hal ini dinilai sebagai ketidakadilan dan menghambat upaya memiskinkan para koruptor.

Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyatakan dukungannya terhadap gugatan PT Timah. Menurutnya, pasal yang berlaku saat ini menjadi kendala dalam upaya memulihkan kerugian negara secara optimal. Ia memberikan contoh kasus hipotetis kerugian negara sebesar Rp 50 miliar, dengan terpidana hanya menerima Rp 3 miliar. Dalam kasus ini, uang pengganti hanya Rp 3 miliar, sementara Rp 47 miliar sisanya tidak terganti. Kondisi ini, menurut Yudi, menunjukkan ketidakadilan dan menunjukkan koruptor masih bisa tetap kaya setelah menjalani hukuman penjara. Yudi berharap MK mengabulkan permohonan PT Timah, dengan harapan revisi pasal tersebut dapat menciptakan efek jera yang lebih signifikan bagi para pelaku korupsi.

PT Timah dalam permohonannya ke MK secara spesifik menuntut agar pasal tersebut diubah, sehingga pembayaran uang pengganti dihitung berdasarkan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi. Mereka berargumen bahwa penerapan pasal yang ada saat ini menyebabkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum, karena tidak sepenuhnya mengganti kerugian negara yang sebenarnya, terutama dalam kasus korupsi yang menyebabkan kerusakan lingkungan skala besar.

Petitum gugatan PT Timah ke MK meliputi:

  • Mengabulkan permohonan PT Timah untuk seluruhnya;
  • Menyatakan Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian negara berupa kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi”; dan
  • Memerintahkan amar putusan MK yang mengabulkan permohonan PT Timah untuk dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Hasil dari gugatan ini akan berdampak signifikan pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya dalam hal penegakan hukum dan pemulihan kerugian negara. Perubahan UU Tipikor yang diusulkan diharapkan mampu memberikan keadilan bagi negara dan menciptakan efek jera yang lebih efektif bagi para pelaku korupsi.