Naufal Samudra: Antara Rehabilitasi, Pengkhianatan Sahabat, dan Bekas Luka Masa Lalu
Naufal Samudra: Antara Rehabilitasi, Pengkhianatan Sahabat, dan Bekas Luka Masa Lalu
Pengakuan aktor Naufal Samudra tentang dua kali penangkapannya terkait kasus narkoba mengungkap sisi gelap perjalanan hidupnya. Lebih dari sekadar catatan hitam dalam kariernya, pengalaman ini telah meninggalkan luka mendalam yang terus ia rawat hingga kini. Pertama kali ditangkap pada April 2020 oleh Satres Narkoba Polres Jakarta Barat di kediamannya di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Naufal terbukti menggunakan ganja sintetis cair dalam vape. Ia berdalih menggunakannya untuk mengatasi insomnia dan mencari ketenangan. Vonis 10 bulan rehabilitasi di Tangerang Selatan pun dijalani sebagai konsekuensi atas perbuatannya. Dalam wawancara di program Rumpi: No Secret, Naufal dengan jujur mengakui kesalahannya dan menekankan pembelajaran yang ia peroleh dari pengalaman pahit tersebut. Ia menambahkan bahwa masa lalu yang kurang sempurna telah membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih baik, saat ini ia pun menekuni olahraga tinju sebagai bentuk penyaluran energi positif.
Namun, babak baru yang lebih menyakitkan muncul dua tahun kemudian. Pada Januari 2022, Naufal kembali berurusan dengan pihak berwajib, kali ini oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya. Ironisnya, penangkapan tersebut dilatarbelakangi laporan dari seorang yang ia anggap sebagai sahabat. Lebih miris lagi, pada saat penangkapan kedua, Naufal menegaskan dirinya telah bersih dari narkoba. Hasil tes urine negatif dan tidak ditemukannya barang bukti semakin memperkuat klaim tersebut. Meskipun ditetapkan sebagai saksi, hubungan Naufal dengan kasus Jeff Smith terkait penggunaan LSD tetap menjadi sorotan, berdasarkan rekam jejak digital yang ditemukan polisi. Kombes Pol E Zulpan, Kabid Humas Polda Metro Jaya kala itu, mengkonfirmasi hal tersebut dalam rilis pers pada 8 Januari 2022. Pengalaman ini menimbulkan rasa sakit yang mendalam, bukan hanya karena tuduhan yang tidak berdasar, tetapi juga karena dampaknya terhadap keluarga. Naufal merasa sangat bersalah telah membuat keluarganya harus menghadapi cibiran dan prasangka publik terkait keterlibatannya kembali dalam kasus narkoba. Ia mengungkapkan kekecewaannya yang amat sangat pada 'sahabat' yang telah mengkhianatinya dengan laporan yang merugikan tersebut, serta menyinggung dampaknya pada adiknya yang menyaksikan kedua kasus tersebut. Meskipun hanya berstatus saksi, Naufal tetap harus menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, sebuah pengalaman yang semakin memperkuat tekadnya untuk memperbaiki diri dan membangun kembali kepercayaan keluarga dan publik.
Dari dua pengalaman tersebut, Naufal Samudra belajar banyak. Ia bukan hanya menanggung beban hukum, tetapi juga konsekuensi sosial dan emosional yang sangat berat. Kisahnya menjadi pengingat betapa pentingnya dukungan sistemik untuk mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba dan bagaimana pengkhianatan dari orang terdekat dapat memperparah keadaan yang sudah sulit. Perjalanannya menuju pemulihan merupakan sebuah proses yang panjang dan penuh tantangan, yang patut mendapatkan perhatian dan empati dari masyarakat.