Gubernur Koster: Melestarikan Budaya Bali sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Gubernur Koster: Melestarikan Budaya Bali sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Gubernur Bali, Wayan Koster, dalam wawancara eksklusif baru-baru ini menegaskan komitmennya yang kuat terhadap pelestarian budaya Bali sebagai landasan pembangunan berkelanjutan di pulau tersebut. Beliau menekankan bahwa budaya Bali bukan sekadar tradisi, tetapi merupakan pilar fundamental kehidupan masyarakat, yang mencakup aspek keagamaan, adat istiadat, kesenian, dan kearifan lokal yang kaya. Keterpaduan unsur-unsur ini, menurutnya, membentuk kekuatan unik yang menjadi identitas dan daya tarik Bali.
Dalam penjelasannya kepada pimpinan redaksi detikcom, Koster memaparkan bagaimana setiap upacara di Bali merupakan perpaduan harmonis antara aspek agama, adat, tradisi, dan seni. Pelestarian budaya ini, lanjutnya, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga peran aktif seniman, khususnya mereka yang berkarya di sanggar-sanggar seni, serta para pelajar yang aktif dalam unit kesenian sekolah. Hal ini menunjukkan sebuah upaya sistematis dalam menanamkan nilai-nilai budaya sejak usia dini.
Lebih lanjut, Koster menggarisbawahi pentingnya keseimbangan tiga pilar utama kehidupan Bali: alam, manusia, dan budaya. Ketiga aspek ini, menurutnya, harus dibangun secara harmonis dan berkelanjutan. Pemeliharaan lingkungan alam yang lestari menjadi kunci keberlanjutan, sementara pemenuhan kebutuhan manusia harus memastikan kualitas hidup yang baik. Namun, budaya, menurut beliau, memegang peran terdepan, menjadi perekat dan pengarah dalam berbagai sektor kehidupan. Keakraban masyarakat Bali dengan gamelan dan kesusastraan, misalnya, merupakan bukti nyata dari integrasi budaya dalam keseharian mereka.
Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi Berbasis Budaya
Koster juga menjelaskan komitmennya terhadap pembangunan infrastruktur dan perekonomian Bali yang selaras dengan pelestarian budaya. Pembangunan infrastruktur di setiap kabupaten/kota, di periode kepemimpinannya, dirancang untuk memperhatikan karakteristik dan kearifan lokal masing-masing wilayah. Hal ini bertujuan menghindari pendekatan pembangunan yang seragam dan memastikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Model pembangunan ini berbeda dengan pendekatan pembangunan yang hanya berfokus pada aspek ekonomi semata. Koster menekankan bahwa pembangunan ekonomi Bali harus terintegrasi dengan pelestarian budaya dan lingkungan, sehingga menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan tidak merusak kekayaan budaya dan alam Bali. Pariwisata, misalnya, harus dikelola dengan bijak untuk mencegah eksploitasi yang berlebihan dan memastikan manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat lokal.
Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali: Sebuah Konsep Pembangunan Holistik
Koster memaparkan bahwa visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yang diusungnya selama masa kepemimpinan pertamanya, merupakan manifestasi dari komitmen ini. Visi ini, yang berakar pada kearifan lokal, bertujuan untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta seluruh isinya. Tujuan utamanya adalah mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang sejahtera, bahagia, dan harmonis, baik secara niskala maupun sekala.
Visi ini, menurut Koster, juga mengadopsi prinsip-prinsip Bung Karno, yakni berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Implementasi visi ini diwujudkan dalam pembangunan yang terpola, menyeluruh, terencana, dan terintegrasi, selalu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945. Integrasi nilai-nilai religius, budaya, ideologi, dan nasionalisme dalam visi ini membentuk sebuah konsep pembangunan yang holistik dan komprehensif.
Kesimpulannya, komitmen Gubernur Koster terhadap pelestarian budaya Bali bukan sekadar wacana, melainkan merupakan strategi pembangunan berkelanjutan yang terintegrasi dan holistik. Dengan pendekatan ini, diharapkan Bali dapat menjaga kekayaan budayanya sambil terus membangun perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya.