Pertimbangan Pribadi dan Keagamaan Mendorong Penghapusan Tato: Kisah Adit dan Raike

Pertimbangan Pribadi dan Keagamaan Mendorong Penghapusan Tato: Kisah Adit dan Raike

Dua individu, Adit Setiawan dan Raike (56), memutuskan untuk menghapus tato yang telah lama menghiasi tubuh mereka. Keputusan ini didorong oleh pertimbangan yang berbeda, namun sama-sama berakar pada perenungan pribadi dan dampaknya terhadap kehidupan mereka. Adit, warga Jakarta Selatan, menghapus tato berukuran lima sentimeter di punggungnya setelah 13 tahun. Alasannya sederhana: penyesalan atas keputusan impulsif di masa muda. Tato tersebut, dibuat karena rasa ingin tahu semata, kini menjadi beban karena dapat menjadi contoh buruk bagi anaknya.

"Memang cuma ingin dihapus saja, ingin dihilangkan saja karena waktu itu pembuatannya cuma ingin tahu," ujar Adit saat ditemui di kantor Wali Kota Jakarta Selatan pada Kamis (13/3/2025). Kehadiran anak dalam hidupnya mengubah perspektif Adit. Ia tak ingin anaknya meniru perbuatannya, bahkan sampai menyembunyikan asal-usul tato tersebut dari sang anak. "Dia (anak) nanya 'ini apa?' Ya, jawabnya koreng aja supaya dia enggak tahu. Takut ngikut, takut nular," tambahnya, mengungkapkan kekhawatirannya akan pengaruh buruk tato pada anaknya.

Sementara itu, Raike, dengan latar belakang yang berbeda, memilih untuk menghapus tato yang telah melekat di tubuhnya sejak masa SMA. Motivasi utamanya berlandaskan pada aspek keagamaan. "Ya kan seperti agama ajarin, kalau wudu itu kan bagian dari shalat. Takutnya shalat saya enggak sah," jelasnya. Selain aspek keagamaan, Raike juga mengungkapkan rasa malunya ketika anaknya menanyakan tentang tato tersebut. Pertanyaan polos sang anak membuatnya menyadari betapa keputusan di masa muda tersebut kini terasa membebani. "Malu saya karena ada anak kan. Anak kalau saya buka baju tuh nanya 'Abi itu apa?' Wah itu rasanya kayak dihantem kepala saya," tambahnya, menggambarkan betapa pertanyaan sederhana tersebut menimbulkan beban batin yang cukup berat.

Kedua kisah ini mencerminkan bagaimana keputusan individu dapat berubah seiring berjalannya waktu dan perubahan prioritas hidup. Baik pertimbangan pribadi mengenai pengaruh terhadap anak maupun aspek keagamaan menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan untuk menghapus tato yang telah lama menjadi bagian dari tubuh mereka. Kisah Adit dan Raike menjadi pengingat penting bagi generasi muda untuk mempertimbangkan matang-matang setiap keputusan, khususnya yang berdampak jangka panjang pada kehidupan pribadi dan sosial mereka. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa tato, yang seringkali dianggap sebagai bentuk ekspresi diri, juga dapat menjadi beban bila tidak dipertimbangkan secara menyeluruh.

Catatan: Tanggal dalam berita asli telah dipertahankan. Perubahan kata dan kalimat dilakukan untuk mencapai tingkat profesionalisme yang lebih tinggi dan keunikan konten. Penggunaan markdown meningkatkan keterbacaan dan kemudahan konversi ke HTML.