Ancaman Perubahan Iklim terhadap Kopi: Petani Jambi Beradaptasi dengan Agroforestri dan Intensifikasi

Ancaman Perubahan Iklim terhadap Kopi: Petani Jambi Beradaptasi dengan Agroforestri dan Intensifikasi

Ancaman perubahan iklim terhadap industri kopi global semakin nyata. Sebuah studi dari Royal Botanic Garden, Inggris, yang dipublikasikan pada Juni 2019 di Science Advance, memproyeksikan kepunahan 60 persen spesies kopi liar akibat perubahan iklim. Studi tersebut juga memprediksi penurunan drastis produksi kopi robusta dan arabika pada tahun 2050 jika tidak ada tindakan ambisius untuk mengatasi perubahan iklim. Dampak ini telah mendorong para petani kopi di seluruh dunia untuk mencari strategi adaptasi yang efektif. Di Jambi, Indonesia, para petani kopi telah mengambil langkah proaktif dengan mengadopsi metode agroforestri dan intensifikasi pertanian.

Salah satu inisiatif tersebut dijalankan oleh Koperasi Kopi Alko. Suryono, anggota koperasi, menjelaskan bahwa perubahan pola tanam menjadi agroforestri merupakan strategi utama dalam menghadapi perubahan iklim. "Untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, pola tanam agak kita ubah sekarang. Kita terapkan agroforestri, tanaman kopi kita tanam bersama tanaman berkayu," ujarnya kepada Kompas.com pada Minggu (2/2/2025). Sistem agroforestri ini memberikan manfaat ganda. Tanaman berkayu berfungsi sebagai peneduh, membantu mengontrol suhu dan melindungi tanaman kopi dari sengatan matahari yang berlebihan. Selain itu, pendekatan ini juga menciptakan sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan dengan mengurangi praktik monokultur.

Tidak hanya agroforestri, Koperasi Alko juga menerapkan intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas. "Kalau dulu 1 hektar 1000 (pohon kopi), sekarang 2000 (pohon kopi)," terang Suryono. Peningkatan kepadatan tanam ini bertujuan untuk mengoptimalkan lahan yang tersedia dan meningkatkan hasil panen meskipun menghadapi tantangan perubahan iklim. Namun, keberhasilan strategi ini tidak terlepas dari tantangan dan keterbatasannya.

Riset lain yang dilakukan oleh David Abigaba dari Potsdam Institute of Climate Impact Research, Jerman, dan dipublikasikan pada Juli 2024 di Agroforestry Systems, menegaskan pentingnya agroforestri dalam mitigasi dampak perubahan iklim. Akan tetapi, riset tersebut juga menyoroti bahwa agroforestri bukanlah solusi tunggal. Perlu adanya upaya yang lebih komprehensif untuk mengatasi akar masalah perubahan iklim. Efektivitas agroforestri pun dipengaruhi berbagai faktor, seperti spesies kopi, ketinggian lahan, dan lokasi geografis. Riset tersebut juga memprediksi pengurangan area ideal untuk perkebunan kopi hingga 20 persen untuk arabika dan 9 persen untuk robusta akibat perubahan iklim. Meskipun agroforestri dapat membantu mengurangi dampak penyusutan area tanam robusta, hal ini belum tentu berlaku untuk arabika.

Kesimpulannya, adaptasi terhadap perubahan iklim dalam sektor perkebunan kopi memerlukan pendekatan terintegrasi dan komprehensif. Agroforestri dan intensifikasi merupakan langkah penting yang telah diambil oleh petani kopi di Jambi, namun upaya ini perlu didukung oleh kebijakan dan riset yang lebih luas untuk memastikan keberlanjutan industri kopi di masa depan. Tantangan ke depan tetap kompleks dan memerlukan kerja sama antar pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga riset, dan sektor swasta, untuk membantu petani dalam menghadapi perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan industri kopi.