Kesalahan Dakwaan KPK dalam Kasus Hasto Kristiyanto: Keberatan Kuasa Hukum dan Implikasinya terhadap Hak Asasi Manusia
Kesalahan Dakwaan KPK dalam Kasus Hasto Kristiyanto: Keberatan Kuasa Hukum dan Implikasinya terhadap Hak Asasi Manusia
Sidang kasus dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat (14/3/2025) diwarnai keberatan dari tim kuasa hukum terdakwa. Keberatan tersebut dilatarbelakangi oleh kesalahan penulisan dalam surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kesalahan tersebut berupa penulisan singkatan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang seharusnya KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) pada halaman kelima surat dakwaan.
Jaksa KPK mengakui adanya kesalahan tersebut dan menyebutnya sebagai typo. Namun, Ronny Talapessy, salah satu kuasa hukum Hasto, langsung menyatakan keberatannya. Menurutnya, meskipun hanya berupa kesalahan penulisan satu huruf, hal tersebut merupakan kekeliruan yang serius mengingat surat dakwaan telah diterima oleh tim kuasa hukum pada pekan sebelumnya. Keberatan ini kemudian dicatat oleh Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto, yang memberikan kesempatan kepada tim kuasa hukum untuk mengajukan perbaikan atau renvoi.
Febri Diansyah, kuasa hukum Hasto lainnya, lebih jauh menjelaskan substansi keberatan tersebut. Ia menekankan pentingnya akurasi penyusunan surat dakwaan, terutama dalam konteks hak asasi manusia (HAM) terdakwa. Menurutnya, perbedaan antara Pasal 65 KUHP dan Pasal 65 KUHAP sangat signifikan. Pasal 65 KUHAP, yang salah ditulis dalam dakwaan, mengatur hak terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang meringankan. Febri menyatakan bahwa KPK tidak melaksanakan pasal tersebut selama proses penyidikan, ketika tim kuasa hukum mengajukan ahli yang meringankan. Dengan demikian, menurut Febri, kesalahan tersebut tidak hanya sekadar typo melainkan juga berimplikasi pada pelanggaran hak-hak Hasto Kristiyanto selama proses hukum berlangsung.
Hakim Rios memberikan kesempatan kepada tim kuasa hukum untuk menyampaikan keberatan mereka secara tertulis dalam nota keberatan atau eksepsi. Hasto Kristiyanto sendiri didakwa atas dua dakwaan. Dakwaan pertama, ia melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP terkait dugaan perintangan penyidikan dalam kasus suap Harun Masiku. Dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Kasus ini terkait dugaan suap yang bertujuan agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
Kesalahan administratif dalam surat dakwaan, sekecil apapun, berpotensi menimbulkan dampak hukum yang signifikan. Peristiwa ini menyoroti pentingnya ketelitian dan profesionalisme dalam proses penyusunan dokumen hukum, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan hak asasi manusia. Keberatan dari tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto menjadi catatan penting bagi KPK dan penegak hukum lainnya untuk senantiasa memperhatikan aspek legalitas dan HAM dalam setiap proses penegakan hukum.