Kasus Asusila Eks Kapolres Ngada: KPAI Desak Penyelidikan Mendalam dan Perlindungan Maksimal Korban

Kasus Asusila Eks Kapolres Ngada: KPAI Desak Penyelidikan Mendalam dan Perlindungan Maksimal Korban

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Kepolisian dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk melakukan penyelidikan menyeluruh terkait dugaan adanya korban lain dalam kasus asusila yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman. Anggota KPAI, Dian Sasmita, menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus ini, yang melibatkan lebih dari satu korban anak di bawah umur. Menurutnya, kasus ini bukan hanya kejahatan seksual biasa, tetapi juga menunjukkan dampak serius karena pelakunya merupakan seorang pejabat publik dengan wewenang dan kekuasaan yang besar. KPAI meminta agar proses penelusuran potensi korban lain dilakukan secara transparan dan memperhatikan prinsip perlindungan terbaik bagi anak-anak yang mungkin menjadi korban.

Dian Sasmita menekankan pentingnya akses pemulihan bagi seluruh korban. "Penting untuk memastikan bahwa semua anak yang menjadi korban mendapatkan akses yang komprehensif atas layanan pemulihan, baik secara medis, psikologis, maupun sosial," tegasnya. Selain itu, KPAI juga mendukung langkah Bareskrim Polri dalam menangani kasus ini secara profesional dan akuntabel. Transparansi dalam proses penyidikan, termasuk pengungkapan motif dan pola kejahatan, menjadi hal krusial untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. KPAI mendesak agar proses hukum dijalankan secara tegas dan adil, sekaligus menjamin perlindungan terhadap hak-hak anak yang menjadi korban.

Kasus ini melibatkan tiga korban anak di bawah umur berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta seorang korban berusia 20 tahun. Fajar Widyadharma Lukman telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan asusila dan penyalahgunaan narkoba, dengan pasal berlapis yang diterapkan. Dugaan pelanggaran etik berat juga dilayangkan kepada Fajar, mengingat posisinya sebagai pejabat publik dan aksi kejahatannya yang melibatkan anak di bawah umur. Selain itu, Fajar diduga merekam aksi kejahatannya dan mengunggahnya ke situs-situs pornografi anak di darkweb. Polri hingga saat ini masih mendalami motif di balik perilaku keji Fajar tersebut.

KPAI berharap agar kasus ini menjadi pelajaran penting bagi penegak hukum dan masyarakat luas tentang pentingnya pencegahan dan perlindungan anak dari kekerasan seksual. Peran serta semua pihak, termasuk keluarga, masyarakat, dan lembaga terkait, diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi anak-anak dari berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan seksual. KPAI juga mengingatkan pentingnya upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai perlindungan anak dan mekanisme pelaporan jika menemukan kasus sejenis.

Kesimpulannya, kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan anak dan penanganan kasus kekerasan seksual secara komprehensif dan akuntabel. KPAI berharap proses hukum akan berjalan adil dan memberikan keadilan bagi para korban, serta mencegah terjadinya kasus sejenis di masa mendatang. Proses pemulihan bagi para korban juga merupakan prioritas utama untuk memperbaiki trauma psikologis dan sosial yang dialami.