Kesalahan Dakwaan KPK: Febri Diansyah Soroti Keteledoran dalam Kasus Hasto Kristiyanto
Kesalahan Dakwaan KPK dalam Kasus Hasto Kristiyanto: Sorotan Kuasa Hukum
Kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menyoroti adanya keteledoran dalam penyusunan surat dakwaan yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Febri mengungkapkan adanya kesalahan penulisan pasal dalam dakwaan pertama terhadap kliennya yang berkaitan dengan dugaan perintangan penyidikan. Keteledoran ini, menurut Febri, menunjukkan kurangnya kehati-hatian dalam proses penyusunan dakwaan oleh tim jaksa KPK.
Febri menjelaskan bahwa dalam dakwaan tersebut, KPK keliru mencantumkan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) padahal seharusnya yang tercantum adalah Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Meskipun hanya selisih satu huruf, perbedaan tersebut memiliki konsekuensi hukum yang signifikan. Pasal 65 KUHAP mengatur tentang hak terdakwa untuk menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan, sedangkan Pasal 65 KUHP memiliki konteks hukum yang berbeda. Kekeliruan ini, menurut Febri, merupakan indikasi adanya ketidakcermatan dalam tahapan penyidikan dan penyusunan dakwaan.
Lebih lanjut, Febri menduga kesalahan penulisan pasal tersebut berkaitan dengan pengabaian hak Hasto Kristiyanto untuk menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan selama proses penyidikan. Ia menyatakan bahwa KPK mengabaikan hak tersebut demi mempercepat proses pelimpahan perkara. "Pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara," ujar Febri, yang juga mantan Juru Bicara KPK. Ia menambahkan bahwa ironisnya, pasal yang seharusnya diindahkan justru ditulis keliru oleh KPK dalam dakwaan.
Dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto didakwa atas dua dakwaan. Dakwaan pertama terkait pelanggaran Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP terkait dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap untuk membantu Harun Masiku menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024. Sementara dakwaan kedua menetapkan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pernyataan Febri Diansyah ini mengungkapkan adanya potensi kelemahan dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK. Keteledoran dalam penyusunan dakwaan seperti ini dapat berdampak pada keadilan dan proses hukum yang sedang berlangsung. Kasus ini menjadi sorotan penting tentang pentingnya ketelitian dan kepatuhan pada prosedur hukum yang tepat dalam setiap tahapan proses penegakan hukum di Indonesia.
Catatan: Pernyataan dan informasi dalam berita ini berdasarkan keterangan kuasa hukum terdakwa dan belum merupakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.