Penggelapan Dana Rp 36 Miliar: Mantan Manajer HRD di Shanghai Divonis 10 Tahun Penjara

Penggelapan Dana Rp 36 Miliar: Mantan Manajer HRD di Shanghai Divonis 10 Tahun Penjara

Seorang mantan manajer Human Resources Development (HRD) di sebuah perusahaan jasa ketenagakerjaan di Shanghai, Tiongkok, dijatuhi hukuman 10 tahun dan dua bulan penjara karena melakukan penggelapan dana perusahaan senilai 16 juta yuan atau setara dengan Rp 36,04 miliar (kurs Rp 2.253/yuan). Individu yang bermarga Yang ini terbukti secara sah telah menciptakan 22 karyawan fiktif selama delapan tahun untuk melancarkan aksinya. Modus operandi yang dilakukan Yang terbilang rapi dan memanfaatkan celah sistem dalam perusahaan tempatnya bekerja.

Yang, yang bertanggung jawab atas pengelolaan penggajian karyawan yang ditempatkan perusahaan outsourcing tempatnya bekerja di sebuah perusahaan teknologi, memanfaatkan otoritas tunggalnya dalam proses penempatan dan pembayaran gaji. Ketiadaan mekanisme pengawasan yang efektif dalam perusahaan outsourcing tersebut menjadi faktor kunci keberhasilan Yang dalam melakukan aksinya. Dengan leluasa, ia memasukkan data 22 karyawan fiktif ke dalam sistem, mengajukan pembayaran gaji dan pesangon seolah-olah mereka benar-benar bekerja. Dana tersebut kemudian dialihkan ke rekening bank yang dikendalikannya. Untuk menghindari kecurigaan, Yang bahkan membuat alasan bahwa perusahaan teknologi kliennya menunda pembayaran, sebuah klaim yang terbukti palsu.

Kejahatan Yang terungkap pada tahun 2022 ketika departemen keuangan perusahaan teknologi klien mencatat adanya kejanggalan. Meskipun karyawan fiktif bernama Sun yang diciptakan Yang memiliki catatan kehadiran sempurna dan menerima gaji secara rutin, tak seorang pun pernah melihatnya bekerja di kantor. Kejanggalan ini memicu penyelidikan internal dan laporan kepada pihak berwajib. Investigasi yang dilakukan kemudian melacak transaksi bank dan catatan kehadiran, mengungkap penipuan yang telah berlangsung selama delapan tahun.

Proses hukum yang panjang akhirnya berujung pada vonis bersalah bagi Yang. Selain hukuman penjara 10 tahun dan dua bulan, ia juga dijatuhi hukuman pencabutan hak politik selama satu tahun dan denda. Lebih lanjut, pengadilan memerintahkan Yang untuk mengembalikan sebagian dana yang digelapkannya, yaitu sebesar 1,1 juta yuan atau sekitar Rp 2,47 miliar. Namun, hingga saat ini belum diketahui secara pasti besaran gaji dan pesangon yang diterima oleh masing-masing karyawan fiktif tersebut. Kasus ini menyoroti pentingnya mekanisme pengawasan yang ketat dan transparan dalam pengelolaan keuangan perusahaan, khususnya dalam hal penggajian dan manajemen sumber daya manusia.

Kasus ini juga menjadi pembelajaran penting bagi perusahaan-perusahaan, khususnya di sektor jasa ketenagakerjaan, untuk menerapkan sistem kontrol internal yang lebih robust. Sistem tersebut perlu mencakup mekanisme verifikasi data karyawan secara berkala, pengawasan yang independen terhadap proses penggajian, dan akses yang terbatas terhadap informasi keuangan sensitif. Dengan demikian, kasus serupa dapat dicegah di masa mendatang. Kejadian ini juga mengingatkan pentingnya peran audit internal yang efektif dalam mendeteksi potensi kecurangan dan memastikan akuntabilitas keuangan perusahaan.

Berikut poin-poin penting yang perlu diperhatikan dari kasus ini:

  • Kelemahan Sistem Internal: Ketiadaan sistem verifikasi yang memadai dalam perusahaan outsourcing membuka celah bagi terjadinya penggelapan dana.
  • Otorisasi yang Terlalu Besar: Otoritas tunggal Yang dalam pengelolaan penggajian menjadi faktor pemungkin terjadinya kejahatan.
  • Pengawasan yang Lemah: Kurangnya pengawasan dari pihak internal dan eksternal perusahaan mempermudah Yang dalam melancarkan aksinya.
  • Pentingnya Audit Internal: Audit internal yang efektif dan berkala dapat membantu mendeteksi potensi kecurangan sejak dini.
  • Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas: Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan perusahaan sangat penting untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.