Sistem Merit Personel Polri Dipertanyakan: Kasus Pencabulan Eks Kapolres Ngada Ungkap Kelemahan Rekrutmen

Sistem Merit Polri Dipertanyakan: Kasus Pencabulan Eks Kapolres Ngada Ungkap Kelemahan Rekrutmen

Kasus pencabulan yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, kembali menyoroti keberadaan sistem merit dalam rekrutmen dan penempatan personel di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto, menilai adanya indikasi kelemahan serius dalam sistem penilaian yang digunakan untuk menempatkan personel pada jabatan strategis. Dugaan adanya carut-marut dalam proses seleksi ini semakin menguat mengingat Fajar, yang terbukti melakukan tindakan pidana kekerasan seksual terhadap sejumlah korban, termasuk anak di bawah umur, pernah menduduki posisi penting sebagai Kapolres.

Bambang Rukminto menekankan bahwa banyaknya kasus pelanggaran etik dan hukum di internal Polri menunjukkan adanya disfungsi dalam proses asesmen rekam jejak dan integritas calon pejabat. Ia menduga proses asesmen kerap kali hanya menjadi formalitas semata, dibayangi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sistem yang seharusnya menjamin penempatan personel yang kompeten dan berintegritas, justru diduga dimanipulasi sehingga menghasilkan pemilihan kandidat yang kurang ideal. Kegagalan dalam mengungkap riwayat perilaku menyimpang dari seorang calon perwira tinggi jelas menunjukkan celah besar dalam sistem pengawasan internal Polri.

Lebih lanjut, Bambang mempertanyakan efektivitas direktorat-direktorat yang seharusnya berperan dalam pengawasan personel. Ia menilai bahwa dengan sumber daya yang dimiliki Polri, seharusnya proses penilaian untuk menentukan kelayakan seseorang menduduki jabatan tertentu tidaklah sulit. Namun, kenyataannya pelanggaran terus berulang, menunjukkan adanya kegagalan dalam melakukan pengawasan yang efektif. Pengawasan yang hanya berfokus pada citra luar dan mengabaikan problem substansial terkait perilaku menyimpang menunjukkan adanya masalah sistemik yang harus segera diatasi.

Kasus Fajar Widyadharma Lukman, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri, menjadi bukti nyata dari kegagalan sistem tersebut. Ia disangkakan dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Kasus ini bukanlah kasus terisolasi, tetapi merupakan sebuah isyarat bahwa perbaikan sistemik dalam penilaian dan pengawasan personel Polri merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk memperbaiki citra dan kinerja institusi kepolisian.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki sistem merit di kepolisian antara lain:

  • Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses seleksi dan penempatan personel.
  • Penguatan mekanisme pengawasan internal yang efektif dan independen.
  • Peningkatan kualitas pelatihan dan pendidikan bagi personel Polri, khususnya dalam hal etika dan integritas.
  • Penerapan sanksi tegas dan konsisten terhadap pelanggaran etik dan hukum.
  • Pengembangan sistem pelaporan yang mudah diakses dan diandalkan bagi masyarakat untuk melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh personel Polri.