Robot AIREC: Solusi Canggih Hadapi Krisis Perawat Lansia di Jepang?
Robot AIREC: Harapan Baru di Tengah Krisis Perawat Lansia Jepang
Jepang, negara dengan populasi lanjut usia yang signifikan dan angka kelahiran yang terus menurun, tengah menghadapi krisis akut dalam sektor perawatan lansia. Kesenjangan antara kebutuhan perawatan yang meningkat pesat dan jumlah tenaga perawat yang tersedia semakin menganga. Situasi ini mendorong pengembangan teknologi robotika canggih sebagai solusi potensial, salah satunya adalah robot AIREC, sebuah prototipe 'perawat' yang mampu melakukan berbagai tugas perawatan. Di tengah demonstrasi publik di Tokyo, AIREC menampilkan kemampuannya dalam membalikkan tubuh pasien, mengganti popok, dan mencegah luka tekan. Robot seberat 150 kilogram ini merupakan hasil kolaborasi teknologi kecerdasan buatan (AI) dan rekayasa robotika mutakhir.
Profesor Shigeki Sugano dari Universitas Waseda dan Presiden Robotics Society of Japan menekankan urgensi penggunaan robot dalam perawatan kesehatan dan lansia, mengingat tren demografis Jepang saat ini. Meskipun robot humanoid seperti Tesla Optimus tengah dikembangkan, Sugano menyoroti kompleksitas interaksi manusia-robot yang memerlukan presisi dan kecerdasan AI yang lebih tinggi untuk menjamin keamanan dan efektivitas. Tantangan utama terletak pada kemampuan robot untuk beradaptasi dengan karakteristik fisik dan emosional setiap individu. AIREC, meskipun masih dalam tahap prototipe, mampu melakukan berbagai tugas rumah tangga seperti membantu seseorang duduk, mengenakan kaus kaki, memasak, dan melipat pakaian. Namun, Sugano memperkirakan AIREC baru akan siap digunakan secara komersial sekitar tahun 2030 dengan harga yang cukup tinggi, sekitar 10 juta yen (sekitar Rp 1,103 miliar).
Selain AIREC, teknologi lain telah diadopsi di fasilitas perawatan lansia Jepang. Sensor tidur yang diletakkan di bawah kasur, misalnya, membantu memantau kondisi tidur penghuni dan mengurangi beban kerja perawat. Di salah satu fasilitas di Tokyo, sebuah robot kecil yang bertugas menghibur penghuni dengan menyanyikan lagu dan memimpin latihan peregangan juga telah diimplementasikan. Hal ini menunjukkan upaya multi-faceted dalam mengatasi kekurangan tenaga kerja di sektor perawatan lansia.
Krisis Perawat Lansia: Sebuah Masalah Sistemik
Keadaan ini diperparah oleh data Pemerintah Jepang yang menunjukkan hanya satu pelamar untuk setiap 4,25 lowongan perawat lansia pada Desember 2024. Angka ini jauh lebih buruk daripada rasio keseluruhan pekerjaan terhadap pelamar di Jepang yang sebesar 1,22. Generasi baby boomer Jepang yang akan berusia 75 tahun pada akhir 2024 semakin menambah beban sistem perawatan. Jumlah kelahiran yang menurun selama sembilan tahun berturut-turut hingga 2024 juga memperparah krisis ini. Meskipun pemerintah Jepang berupaya mengatasi kekurangan tenaga kerja dengan mengimpor tenaga kerja asing, jumlahnya masih terbatas, sekitar 57.000 orang atau kurang dari 3 persen dari total tenaga kerja pada 2023.
Takashi Miyamoto, direktur operator fasilitas perawatan lansia di Zenkoukai, mengungkapkan keprihatinannya atas masa depan sektor ini. Zenkoukai, yang aktif mengadopsi teknologi baru, mengakui batasan teknologi saat ini. Miyamoto berharap akan ada kolaborasi optimal antara manusia dan robot dalam perawatan lansia di masa depan, dimana robot mampu memahami kondisi pasien secara menyeluruh, namun tetap menekankan pentingnya sentuhan manusiawi dalam perawatan.
Kesimpulannya, robot seperti AIREC menawarkan secercah harapan di tengah krisis perawat lansia di Jepang. Namun, pengembangan teknologi ini membutuhkan waktu dan investasi yang signifikan, serta kolaborasi erat antara para insinyur, ahli perawatan kesehatan, dan pemerintah. Solusi jangka panjang membutuhkan pendekatan multi-dimensi yang meliputi peningkatan insentif bagi tenaga perawat, reformasi sistem perawatan, dan integrasi teknologi robotika secara bijaksana dan etis.