Polri Tindak Tegas Mantan Kapolres Ngada Terjerat Kasus Narkoba dan Asusila: Komitmen Tegakkan Hukum dan Jaga Integritas Institusi

Polri Tindak Tegas Mantan Kapolres Ngada Terjerat Kasus Narkoba dan Asusila: Komitmen Tegakkan Hukum dan Jaga Integritas Institusi

Langkah tegas Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam memproses hukum AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada yang menjadi tersangka kasus narkoba dan asusila, mendapat apresiasi luas. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, menyatakan bahwa tindakan tersebut menunjukkan komitmen Polri dalam menegakkan hukum dan menjaga marwah institusi. Penanganan kasus ini dinilai sebagai langkah penting untuk membersihkan internal Polri dan memastikan kepercayaan publik tetap terjaga. Sikap tegas ini, menurut Edi Hasibuan, merupakan demonstrasi nyata bahwa tidak ada tempat bagi anggota Polri yang melanggar hukum, seberapapun tinggi pangkat dan jabatannya.

Edi Hasibuan menekankan perlunya proses hukum yang transparan dan akuntabel terhadap AKBP Fajar. Ia berharap mantan Kapolres Ngada tersebut mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Tidak hanya sanksi pidana, Edi juga mendesak pemecatan tidak hormat terhadap AKBP Fajar dari institusi Polri. Perbuatan tercela yang dilakukan, menurutnya, telah mencoreng citra Polri, baik di dalam maupun luar negeri. Lebih lanjut, Edi menyoroti adanya dugaan tindakan pedofilia yang turut menyertai kasus ini, yang memperparah tingkat pelanggaran etik dan hukum yang dilakukan oleh AKBP Fajar. Lemkapi berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi seluruh anggota Polri agar senantiasa menjunjung tinggi hukum dan etika profesi.

Kasus ini berawal dari penangkapan AKBP Fajar pada tanggal 20 Februari 2025 oleh Paminal Polda NTT yang didampingi Divisi Propam Mabes Polri. Sejak saat itu, yang bersangkutan telah ditempatkan dalam pengamanan khusus (patsus) dan menjalani pemeriksaan intensif. Proses penyelidikan yang dilakukan secara cepat dan hati-hati mengingat keterlibatan anak sebagai korban. Setelah melalui proses penyidikan yang matang, Bareskrim Polri menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka dan menahannya di Rutan Bareskrim. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara langsung menegaskan komitmennya untuk menindak tegas AKBP Fajar baik secara pidana maupun etik, menunjukkan keseriusan Polri dalam memberantas pelanggaran di internal.

Brigjen Agus Wijayanto, Karowabprof Divpropam Polri, menyatakan bahwa AKBP Fajar telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Sementara itu, Brigjen Trunoyudo, Karopenmas Divisi Humas Polri, merinci pasal-pasal yang dilanggar AKBP Fajar, baik terkait pelanggaran kode etik profesi Polri maupun tindak pidana. Pelanggaran kode etik yang dilakukan termasuk Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, serta beberapa pasal dalam Peraturan Kepolisian nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Sementara itu, dari sisi pidana, AKBP Fajar dijerat Pasal 6 huruf c, Pasal 12 dan Pasal 14 Ayat 1 huruf a dan b, dan Pasal 15 ayat 1, huruf e, g, c, dan i Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 25 ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) merupakan konsekuensi yang sangat mungkin dijatuhkan kepada AKBP Fajar mengingat beratnya pelanggaran yang dilakukan.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menguatkan pentingnya reformasi internal Polri untuk memastikan integritas dan profesionalisme seluruh anggota. Tindakan tegas yang diambil diharapkan dapat memperkuat kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen Polri dalam memberantas kejahatan, termasuk di kalangan internal.