Perbedaan Penerapan Sanksi Mengemudi dalam Keadaan Mabuk: Studi Perbandingan Jepang dan Indonesia
Perbedaan Penerapan Sanksi Mengemudi dalam Keadaan Mabuk: Studi Perbandingan Jepang dan Indonesia
Kasus kecelakaan lalu lintas akibat pengemudi dalam pengaruh alkohol masih menjadi permasalahan serius di berbagai negara, termasuk Indonesia dan Jepang. Meskipun sama-sama mengecam tindakan mengemudi dalam keadaan mabuk, penerapan sanksi dan upaya pencegahan di kedua negara menunjukkan perbedaan signifikan. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mencantumkan Pasal 311 yang mengatur sanksi pidana penjara minimal satu tahun atau denda Rp 3 juta bagi pengemudi yang terbukti di bawah pengaruh alkohol. Sanksi akan lebih berat, bahkan hingga hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp 24 juta, jika kecelakaan mengakibatkan korban luka atau meninggal dunia. Namun, penegakan hukum yang masih lemah dan kurangnya partisipasi aktif seluruh pihak seringkali menghambat efektivitas aturan tersebut.
Berbeda dengan Indonesia, Jepang menerapkan pendekatan yang jauh lebih ketat dan komprehensif. Menurut Bowo Kristianto, Director Japan Indonesia Driving School (JIDS), sanksi bagi pengemudi mabuk di Jepang sangat berat. Tidak hanya pengemudi yang menanggung konsekuensi hukum, perusahaan transportasi pun turut bertanggung jawab. Jika terbukti membiarkan karyawannya mengemudi dalam keadaan mabuk, perusahaan berisiko dicabut izin usahanya. Upaya pencegahan proaktif juga dijalankan, dengan pemeriksaan rutin kondisi kesehatan dan kadar alkohol dalam napas pengemudi setiap pagi sebelum memulai kerja. Pengemudi yang tidak lolos pemeriksaan dilarang bekerja. Selain sanksi pidana, SIM pengemudi yang terbukti mengemudi dalam pengaruh alkohol dapat dicabut untuk jangka waktu tertentu, dan denda yang diterapkan bisa mencapai 2 juta yen atau setara Rp 200 juta (kurs saat ini). Sistem pengawasan yang ketat dan tanggung jawab bersama ini terbukti efektif dalam menekan angka kecelakaan akibat pengemudi mabuk.
Berikut beberapa poin penting perbedaan penerapan sanksi di kedua negara:
- Indonesia: Sanksi pidana penjara minimal 1 tahun atau denda Rp 3 juta (Pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009). Sanksi lebih berat jika terjadi kecelakaan. Penegakan hukum masih lemah.
- Jepang: Sanksi sangat berat bagi pengemudi dan perusahaan transportasi. Pemeriksaan rutin sebelum kerja. Pencabutan SIM dan denda hingga 2 juta yen (Rp 200 juta).
Kesimpulannya, perbedaan pendekatan antara Indonesia dan Jepang dalam menangani masalah mengemudi dalam keadaan mabuk sangat mencolok. Jepang menunjukkan komitmen yang kuat melalui peraturan yang ketat, pengawasan yang intensif, dan tanggung jawab bersama, sementara Indonesia masih perlu meningkatkan penegakan hukum dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan lingkungan berkendara yang lebih aman.