Firli Bahuri Kembali Ajukan Praperadilan, Upaya Hukum Ketiga Terkait Status Tersangka
Firli Bahuri Kembali Ajukan Praperadilan, Upaya Hukum Ketiga Terkait Status Tersangka
Komjen Pol. (Purn) Firli Bahuri kembali mencoba jalur hukum melalui praperadilan untuk menggugat penetapan status tersangkanya. Permohonan praperadilan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini menandai upaya hukum ketiga mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut dalam melawan penetapan status hukumnya. Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 42/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL pada Jumat, 14 Maret 2025, ini kembali mempertanyakan sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka.
Dalam gugatan ini, Firli Bahuri bertindak sebagai pemohon, sementara Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) cq Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya menjadi termohon. Sidang perdana perkara praperadilan ini dijadwalkan akan digelar pada Rabu, 19 Maret 2025. Meskipun informasi terkait petitum permohonan Firli Bahuri belum dipublikasikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, upaya hukum ini menunjukkan kegigihan mantan pimpinan KPK tersebut dalam menghadapi proses hukum yang tengah dijalaninya. Hal ini juga menjadi sorotan publik mengingat statusnya sebagai mantan pejabat tinggi penegak hukum di Indonesia.
Dua kali sebelumnya, Firli Bahuri telah mengajukan permohonan praperadilan terkait status tersangka yang sama. Permohonan pertama, diajukan pada 24 November 2023, bertujuan agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan Kepolisian Daerah Metro Jaya menghentikan penyidikan dan menyatakan status tersangkanya tidak sah. Namun, permohonan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selanjutnya, pada 22 Januari 2024, ia mengajukan permohonan praperadilan kedua dengan termohon Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Namun, permohonan ini kemudian dicabut oleh Firli Bahuri sendiri pada 30 Januari 2024, tanpa penjelasan resmi terkait alasan pencabutan tersebut. Publik pun menantikan perkembangan sidang praperadilan ketiga ini dan bagaimana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan mempertimbangkan gugatan yang diajukan.
Langkah hukum yang berulang kali ditempuh oleh Firli Bahuri ini menimbulkan berbagai spekulasi dan analisis hukum. Para pengamat hukum menilai upaya ini sebagai hak konstitusional yang dimiliki setiap warga negara, namun juga menimbulkan pertanyaan mengenai substansi dari gugatan yang diajukan dan peluang keberhasilannya. Proses hukum ini patut diikuti perkembangannya untuk melihat apakah akan memberikan dampak signifikan terhadap status hukum Firli Bahuri dan memberikan kejelasan bagi publik.
Langkah hukum ini juga akan kembali menguji independensi dan kewenangan lembaga peradilan dalam menangani kasus yang melibatkan tokoh-tokoh publik penting. Transparansi dalam proses persidangan dan putusan yang adil dan objektif menjadi hal yang sangat diharapkan dalam kasus ini, mengingat perhatian publik yang sangat besar terhadap kasus ini dan implikasinya terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Penggunaan jalur praperadilan secara berulangkali juga menimbulkan pertanyaan mengenai strategi hukum yang dijalankan oleh tim kuasa hukum Firli Bahuri. Apakah upaya ini merupakan strategi untuk memperlambat proses hukum atau ada pertimbangan hukum strategis lainnya yang mendasari langkah tersebut? Hal ini tentu menjadi pertimbangan penting bagi pengamat hukum dan publik yang terus memantau perkembangan kasus ini.