Trauma Mendalam Korban Pencabulan Eks Kapolres Ngada: Bayangan Seragam Polisi Masih Menghantui
Trauma Mendalam Korban Pencabulan Eks Kapolres Ngada: Bayangan Seragam Polisi Masih Menghantui
Kasus pencabulan yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, telah menimbulkan trauma mendalam bagi para korban, khususnya tiga anak di bawah umur. Ketua Lembaga Perlindungan Anak NTT, Veronika Atta, mengungkapkan kondisi memprihatinkan tersebut. Salah satu korban, seorang anak perempuan berusia 6 tahun, menunjukkan reaksi ketakutan yang signifikan setiap kali melihat pria yang mengenakan pakaian berwarna cokelat. Warna cokelat, yang identik dengan seragam polisi, memicu kembali ingatan traumatis peristiwa pencabulan yang dialaminya.
Veronika menjelaskan, trauma yang dialami korban bukan sekadar ketakutan sesaat. Anak tersebut secara konsisten meminta setiap pria yang mengenakan baju cokelat untuk mengganti pakaiannya. Hal ini menunjukkan betapa mendalamnya dampak psikologis yang ditimbulkan oleh tindakan bejat mantan perwira polisi tersebut. Kondisi ini membutuhkan penanganan serius dan mendalam untuk membantu korban memulihkan kesehatan mentalnya. Saat ini, Lembaga Perlindungan Anak NTT berkoordinasi intensif dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Kupang untuk memantau perkembangan kondisi kejiwaan para korban dan memberikan dukungan psikososial yang dibutuhkan.
Selain anak berusia 6 tahun, dua anak lainnya yang menjadi korban pencabulan AKBP Fajar juga mengalami trauma. Mereka berusia 12 dan 13 tahun. Total korban anak dalam kasus ini berjumlah tiga orang, dengan satu korban berusia 6 tahun (yang sebelumnya berusia 5 tahun saat peristiwa terjadi). Selain anak-anak tersebut, seorang mahasiswi juga menjadi korban kejahatan seksual yang dilakukan AKBP Fajar. Tindakan keji yang dilakukan oleh AKBP Fajar menunjukkan pelanggaran berat hukum dan moral, serta mencoreng citra institusi kepolisian.
Sementara itu, proses hukum terhadap AKBP Fajar terus berlanjut. Mabes Polri telah menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka dan menahannya di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Karo Wabprof Divisi Propam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, mengungkapkan penetapan tersangka dan penahanan tersebut dalam jumpa pers di Mabes Polri. AKBP Fajar kini mengenakan baju tahanan berwarna oranye, berbeda jauh dengan seragam cokelat yang kini menjadi simbol trauma bagi para korbannya. Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual, terutama yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum sendiri.
Peristiwa ini mengingatkan kita semua tentang pentingnya peran serta masyarakat dalam mencegah dan melindungi anak dari kekerasan seksual. Penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan tanpa rasa takut. Dukungan psikososial, konseling, dan terapi yang tepat sangat krusial bagi pemulihan para korban. Selain itu, proses hukum yang transparan dan adil harus dijalankan untuk memastikan keadilan ditegakkan bagi para korban dan mencegah terulangnya tindakan serupa di masa depan. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih peduli dan bertanggung jawab dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual.
- Kronologi kejadian masih dalam penyelidikan lebih lanjut.
- Pihak berwenang akan memastikan keadilan bagi para korban.
- Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu diskusi tentang perlindungan anak.